Ringkasan Sifat Shalat Nabi
http://www.facebook.com/notes/abu-fahd-negaratauhid/ringkasan-shifat-shalat-nabi-disertai-gambar-panduan/412419776711
RINGKASAN SHIFAT SHALAT NABI ( Disertai gambar panduan )
oleh Abu Fahd NegaraTauhid pada 21 Juli 2010 pukul 20:15
1. MENGHADAP KA’BAH
1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin menunaikan
shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik
shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara
rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.
2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak
menjadi keharusan lagi bagi ‘seorang yang sedang berperang’ pada
pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.
-
Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti
orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat
bila ia khawatir luputnya waktu.
-
Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau
witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi
dianjurkan kepadanya – jika hal ini memungkinkan – supaya menghadap ke
qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke
arah manapun kendaraannya menghadap.
3. Wajib bagi yang melihat Ka’bah untuk
menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia
menghadap ke arah Ka’bah.
HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH KARENA KELIRU
4. Apabila shalat tanpa menghadap qiblat
karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan
pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.
5. Apabila datang orang yang dipercaya saat
dia shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya arah
qiblat maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang
ditunjukkan (tanpa harus membatalkan shalat-pen), dan shalatnya sah.
2. BERDIRI
6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
- Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
-
Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat
sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
-
Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan
atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan
isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan
sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
7. Tidak boleh bagi orang yang shalat
sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi dihadapannya sebagai
tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari
ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu
meletakkan dahinya secara langsung ke bumi (lantai).
SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT
8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat.
9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.
SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK
11. Dibolehkan shalat lail sambil berdiri
atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab apapun), atau sambil
melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan duduk dan
ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih
tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian
ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua.
12. Apabila shalat dalam keadaan duduk,
maka ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan
seseorang untuk beristirahat.
SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL
13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.
14. Tapi yang lebih utama jika sekali waktu
shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal,
sesuai yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri
dengan harus memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika
kebetulan telanjang kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan
bila kebetulan memakai sandal maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali
dalam kondisi tertentu (terpaksa).
15. Jika kedua sandal dilepas maka tidak
boleh diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri
jika tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka
hendaklah diletakkan di depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai
dengan perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh
Al-Albaani berkata: disini terdapat isyarat yang halus untuk tidak
meletakkan sandal di depan. Adab inilah yang banyak disepelekan oleh
kebanyakan orang yang shalat, sehingga Anda menyaksikan sendiri diantara
mereka yang shalat menghadap ke sandal-sandal.
SHALAT DI ATAS MIMBAR
16. Dibolehkan bagi imam untuk shalat di
tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam
berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’ setelah
itu turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di
depan mimbar, lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang
serupa di rakaat berikutnya.
KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP SUTRAH (PEMBATAS) DAN MENDEKAT KEPADANYA
17. Wajib shalat menghadap tabir pembatas,
dan tiada bedanya baik di masjid maupun selain masjid, di masjid yang
besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Janganlah shalat melainkan
menghadap pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu,
apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama
pendampingnya”. (Maksudnya syaitan).
18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.
19. Jarak antara tempat sujud Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tembok yang dihadapinya seukuran
tempat lewat domba. maka barang siapa yang mengamalkan hal itu berarti
ia telah mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan. Syaikh Al-Albaani
berkata: dari sini kita tahu bahwa apa yang dilakukan oleh banyak orang
di setiap masjid seperti yang saya saksikan di Suriah dan negeri-negeri
lain yaitu shalat di tengah masjid jauh dari dinding atau tiang adalah
kelalaian terhadap perintah dan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
KADAR KETINGGIAN PEMBATAS
20. Wajib pembatas dibuat agak tinggi dari
tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seorang diantara kamu
meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana (Yaitu kayu yang
dipasang di bagian belakang pelana angkutan di punggung unta. Di dalam
hadits ini terdapat isyarat bahwa: menggaris di atas tanah tidak cukup
untuk dijadikan sebagai garis pembatas, karena hadits yang meriwayatkan
tentang itu lemah.) (sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya),
dan jangan ia pedulikan orang yang lewat di balik pembatas”.
21. Dan ia menghadap ke pembatas secara
langsung, karena hal itu yang termuat dalam konteks hadits tentang
perintah untuk shalat menghadap ke pembatas. Adapun bergeser dari posisi
pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga membuat tidak lurus menghadap
langsung ke pembatas maka hal ini tidak sah.
22. Boleh shalat menghadap tongkat yang
ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap pohon,
tiang, atau isteri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut,
boleh pula menghadap hewan meskipun unta.
HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR
23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.
HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM
24. Tidak boleh lewat di depan orang yang
sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada
perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam
hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
“Artinya : Andaikan orang yang lewat di
depan orang yang shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk
berdiri selama 40, lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang
yang sedang shalat”. Maksudnya lewat di antara shalat dengan tempat
sujudnya. (Adapun hadits yang disebutkan dalam kitab “Haasyiatul
Mathaaf” bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat tanpa menghadap
pembatas dan orang-orang lewat di depannya, adalah hadits yang tidak
shahih, lagi pula tidak ada keterangan di hadits tersebut bahwa mereka
lewat diantara beliau dengan tempat sujudnya.)
KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM
25. Tidak boleh bagi orang yang shalat
menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya berdasarkan
hadits yang telah lalu.
“Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu …”.
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seseorang diantara kamu
shalat menghadap sesuatu pembatas yang menghalanginya dari orang lain,
lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher
orang yang ingin lewat itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah
dua kali) jika ia enggan maka perangilah karena ia adalah syaithan”.
BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT
26. Boleh maju selangkah atau lebih untuk
mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau
anak kecil agar tidak lewat di depannya.
HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT
27. Di antara fungsi pembatas dalam shalat
adalah menjaga orang yang shalat menghadapnya dari kerusakan shalat
disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang tidak memakai
pembatas, shalatnya bisa terputus bila lewat di depannya wanita dewasa,
keledai, atau anjing hitam.
3. NIAT
28.
Bagi yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan dilaksanakannya
serta menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu zhuhur dan ashar,
atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan syarat atau rukun
shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini merupakan bid’ah,
menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang menfatwakan hal itu di
antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang suka taqlid
(fanatik buta).
4. TAKBIR
29.
Kemudian memulai shalat dengan membaca. “Allahu Akbar” (Artinya : Allah
Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila
engkau hendak mengerjakan sholat, maka sempurnakanlah wudhu'mu terlebih
dahulu kemudian menghadaplah ke arah kiblat, lalu ucapkanlah takbiratul
ihrom."
(Muttafaqun 'alaihi).
30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.
31. Boleh bagi muadzin menyampaikan
(memperdengarkan) takbir imam kepada jama’ah jika keadaan menghendaki,
seperti jika imam sakit, suaranya lemah atau karena banyaknya orang yang
shalat.
32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir.
MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
33. Mengangkat kedua tangan, boleh
bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir.
Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Tamam
dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
mengangkat kedua tangannya dengan membuka jari-jarinya lurus ke atas
(tidak merenggangkannya dan tidak pula menggengamnya)
35. Mensejajarkan kedua telapak tangan
dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu mengangkat lebih tinggi lagi sampai
sejajar dengan ujung telinga.
"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
biasa mengangkat kedua tangannya setentang bahu jika hendak memulai
sholat, setiap kali bertakbir untuk ruku' dan setiap kali bangkit dari
ruku'nya."
(Muttafaqun 'alaihi).
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
biasa mengangkat kedua tangannya setentang telinga setiap kali bertakbir
(didalam sholat)."
(HR. Muslim).
Syaikh
Al-Albaani berkata : adapun menyentuh kedua anak telinga dengan ibu
jari, maka perbuatan ini tidak ada landasannya di dalam sunnah Nabi,
bahkan hal ini hanya mendatangkan was-was.
MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
36. Kemudian meletakkan tangan kanan di
atas tangan kiri sesudah takbir, ini merupakan sunnah (ajaran) para
nabi-nabi Alaihimus Shallatu was sallam dan diperintahkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau, sehingga tidak
boleh menjulurkannya.
"Kami,
para nabi diperintahkan untuk segera berbuka dan mengakhirkan sahur
serta meletakkan tangan kanan pada tangan kiri (bersedekap) ketika
melakukan sholat."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dan Adh Dhiya' dengan sanad shahih).
Dalam sebuah riwayat pernah beliau melewati
seorang yang sedang sholat, tetapi orang ini meletakkan tangan kirinya
pada tangan kanannya, lalu beliau melepaskannya, kemudian orang itu
meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya. (Hadits riwayat Ahmad
dan Abu Dawud dengan sanad yang shahih).
37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan.
Berdasar hadits dari Wail bin Hujur:
"Lalu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir kemudian meletakkan
tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan tangan kiri
atau lengan kirinya."
(Hadits
diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, dengan
sanad yang shahih dan dishahihkan pula oleh Ibnu Hibban, hadits no.
485).
38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri
dengan tangan kanan. (Adapun yang dianggap baik oleh sebagian
orang-orang terbelakang, yaitu menggabungkan antara meletakkan dan
menggenggam dalam waktu yang bersamaan, maka amalan itu tidak ada
dasarnya.)
Berdasarkan hadits Nasa'i dan Daraquthni:
"Tetapi beliau terkadang menggenggamkan jari-jari tangan kanannya pada lengan kirinya."
(sanad shahih).
TEMPAT MELETAKKAN TANGAN
39. Keduanya diletakkan di atas dada saja. Laki-laki dan perempuan dalam hal tersebut sama.
Berdasarkan hadits:
"Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, Ahmad dari Wail bin Hujur).
Cara-cara yang sesuai sunnah ini dilakukan
oleh Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Mawarzi dalam Kitab Masa'il, halaman
222 berkata: "Imam Ishaq meriwayatkan hadits secara mutawatir kepada
kami…. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika berdo'a qunut dan
melakukan qunut sebeluim ruku'. Beliau menyedekapkan tangannya
berdekatan dengan teteknya." Pendapat yang semacam ini juga dikemukakan
oleh Qadhi 'Iyadh al Maliki dalam bab Mustahabatu ash Sholat pada Kitab
Al I'lam, beliau berkata: "Dia meletakkan tangan kanan pada punggung
tangan kiri di dada."
Syaikh
Al-Albaani berkata : amalan meletakkan kedua tangan selain di dada hanya
ada dua kemungkinan; dalilnya lemah, atau tidak ada dalilnya sama
sekali.
40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang.
KHUSYU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD
41. Hendaklah berlaku khusu’ dalam shalat
dan menjauhi segala sesuatu yang dapat melalaikan dari khusu’ seperti
perhiasan dan lukisan, janganlah shalat saat berhadapan dengan hidangan
yang menarik, demikian juga saat menahan berak dan kencing.
42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengalihkan pandangannya dari tempat
sujud (di dalam sholat)." (HR. Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani).
43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba.
Beliau bersabda:
"Jika
kalian sholat, janganlah menoleh ke kanan atau ke kiri karena Allah
akan senantiasa menghadapkan wajah-Nya kepada hamba yang sedang sholat
selama ia tidak menoleh ke kanan atau ke kiri."(HR. Tirmidzi dan Hakim).
44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Hendaklah
sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang
terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka
benar-benar menjaga pandangan mata mereka."
(HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad).
DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)
45. Kemudian membuka bacaan dengan sebagian
do’a-do’a yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah :
اَللَّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ، اَللَّهُمَّ نَقِّنِيْ مِنْ خَطَايَايَ، كَمَا يُنَقَّى
الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اَللَّهُمَّ اغْسِلْنِيْ مِنْ
خَطَايَايَ بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ.
“Ya Allah, jauhkan antara aku dan
kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan
barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan- kesalahanku,
sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku
dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan air es”. [HR.
Al-Bukhari 1/181 dan Muslim 1/419.]
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَـهَ غَيْرُكَ.
Maha Suci Engkau ya Allah, aku memujiMu,
Maha Berkah akan nama-Mu, Maha Tinggi kekayaan dan kebesaranMu, tiada
Ilah yang berhak disembah selain Engkau. [HR. Empat penyusun kitab
Sunan, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 1/77 dan Shahih Ibnu Majah 1/135.]
وَجَّهْتُ
وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا وَمَا
أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِيْ، وَنُسُكِيْ، وَمَحْيَايَ،
وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ
أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكَ لاَ
إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ. أَنْتَ رَبِّيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ
نَفْسِيْ وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْلِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعًا
إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِيْ لأَحْسَنِ
اْلأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِيْ لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّيْ
سَيِّئَهَا، لاَ يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ، لَبَّيْكَ
وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ بِيَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ
إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ،
أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.
“Aku menghadap kepada Tuhan Pencipta langit
dan bumi, dengan memegang agama yang lurus dan aku tidak tergolong
orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalat, ibadah dan hidup serta
matiku adalah untuk Allah. Tuhan seru sekalian alam, tiada sekutu
bagiNya, dan karena itu, aku diperintah dan aku termasuk orang-orang
muslim.
Ya Allah, Engkau adalah Raja, tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Engkau, engkau Tuhanku dan aku adalah
hambaMu. Aku menganiaya diriku, aku mengakui dosaku (yang telah
kulakukan). Oleh karena itu ampunilah seluruh dosaku, sesungguhnya tidak
akan ada yang mengampuni dosa-dosa, kecuali Engkau. Tunjukkan aku pada
akhlak yang terbaik, tidak akan menunjukkan kepadanya kecuali Engkau.
Hindarkan aku dari akhlak yang jahat, tidak akan ada yang bisa
menjauhkan aku daripadanya, kecuali Engkau. Aku penuhi panggilanMu
dengan kegembiraan, seluruh kebaikan di kedua tanganMu, kejelekan tidak
dinisbahkan kepadaMu. Aku hidup dengan pertolongan dan rahmatMu, dan
kepadaMu (aku kembali). Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku minta
ampun dan bertaubat kepadaMu”. [HR. Muslim 1/534]
اَللَّهُمَّ
رَبَّ جِبْرَائِيْلَ، وَمِيْكَائِيْلَ، وَإِسْرَافِيْلَ فَاطِرَ
السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ
تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ.
اِهْدِنِيْ لِمَا اخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ تَهْدِيْ مَنْ
تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ.
.“Ya Allah, Tuhan Jibrail, Mikail dan
Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi. Wahai Tuhan yang mengetahui
yang ghaib dan nyata. Engkau yang menjatuhkan hukum (untuk memutuskan)
apa yang mereka (orang-orang kristen dan yahudi) pertentangkan.
Tunjukkanlah aku pada kebenaran apa yang dipertentangkan dengan seizin
dariMu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang
yang Engkau kehendaki”. [HR. Muslim 1/534.]
اَللهُ
أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، اَللهُ أَكْبَرُ
كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا،
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً))
ثلاثا ((أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ
وَهَمْزِهِ
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah
Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala
puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan
pujian yang banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore”. (Diucapkan
tiga kali). “Aku berlindung kepada Allah dari tiupan, bisikan dan
godaan setan”. [HR. Abu Dawud 1/203, Ibnu Majah 1/265 dan Ahmad 4/85.
Muslim juga meriwayatkan hadits senada dari Ibnu Umar, dan di dalamnya
terdapat kisah 1/420
اَللَّهُمَّ
لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ نُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ
فِيْهِنَّ، لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
وَمَنْ فِيْهِنَّ، [وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ
وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ][وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ
السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ][ وَلَكَ الْحَمْدُ][أَنْتَ الْحَقُّ،
وَوَعْدُكَ الْحَقُّ، وَقَوْلُكَ الْحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ،
وَالْجَنَّهُ حَقُّ، وَالنَّارُ حَقُّ، وَالنَّبِيُّوْنَ حَقُّ،
وَمُحَمَّدٌ حَقُّ، وَالسَّاعَةُ حَقُّ][اَللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ،
وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ
خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ. فَاغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا
أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ][أَنْتَ الْمُقَدِّمُ
وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ][أَنْتَ إِلَـهِيْ لاَ
إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ].
“Apabila Nabi Shallallahu’alaihi wasallam
shalat Tahajud di waktu malam, beliau membaca: “Ya, Allah! BagiMu segala
puji, Engkau cahaya langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala puji,
Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta seisinya. BagiMu segala
puji, Engkau Tuhan yang menguasai langit dan bumi serta seisinya. BagiMu
segala puji dan bagi-Mu kerajaan langit dan bumi serta seisi-nya.
BagiMu segala puji, Engkau benar, janjiMu benar, firmanMu benar, bertemu
denganMu benar, Surga adalah benar (ada), Neraka adalah benar (ada),
(terutusnya) para nabi adalah benar, (terutusnya) Muhammad adalah benar
(dariMu), kejadian hari Kiamat adalah benar. Ya Allah, kepadaMu aku
menyerah, kepadaMu aku bertawakal, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku
kembali (bertaubat), dengan pertolonganMu aku berdebat (kepada
orang-orang kafir), kepadaMu (dan dengan ajaran-Mu) aku menjatuhkan
hukum. Oleh karena itu, ampunilah dosaku yang telah lewat dan yang akan
datang. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tiada Tuhan yang
hak disembah kecuali Engkau, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang
hak disembah kecuali Engkau”. [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 3/3,
11/116, 13/371, 423, 465 dan Muslim meriwayatkannya dengan ringkas
1/532]
Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
5. QIRAAH ( BACAAN )
46. Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta’ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.
Sebagaimana firman Allah ta'ala:
"Apabila kamu membaca al Qur-an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An Nahl : 98).
47. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.
"A'UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI"
artinya:
"Aku
berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya
(yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang
menyebabkan kerusakan akhlaq)."
(Hadits
diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan
dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.
"A'UUZUBILLAHIS SAMII'IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM..."
artinya:
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk..."
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).
MEMBACA AL-FAATIHAH
50. Kemudian membaca surat Al-Fatihah
sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah rukun shalat dimana shalat tak
sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm
(non Arab) untuk menghafalnya. Berdasarkan perkataan Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam (yang artinya):
"Tidak dianggap sholat (tidak sah sholatnya) bagi yang tidak membaca Al-Fatihah"
(Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Jama'ah: yakni Al-Imam Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa-i dan Ibnu Majah).
"Barangsiapa yang sholat tanpa membaca
Al-Fatihah maka sholatnya buntung, sholatnya buntung, sholatnya
buntung…tidak sempurna" (Hadits Shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Muslim
dan Abu 'Awwanah).
51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.
“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.
“Artinya : Maha suci Allah, segala puji
bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada
daya dan kekuatan melainkan karena Allah”.
52. Didalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan
berhenti pada setiap ayat, dengan cara membaca.
(Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca.
(Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca.
(Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki
yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara
membaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya. Beliau berhenti
di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya
meskipun maknanya berkaitan.
53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.
BACAAN MA’MUM
54. Wajib bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di
belakang imam yang membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam
membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam, demikian pula
ma’mum membaca Al-Fatihah bila imam berhenti sebentar untuk memberi
kesempatan bagi ma’mum yang membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa
berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit dari sunnah.
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah
berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :"Dijadikan imam itu
hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila imam takbir, maka
bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca, maka hendaklah kalian
diam (sambil memperhatikan bacaan imam itu)…"
(Hadits
Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud no. 603 & 604. Ibnu
Majah no. 846, An-Nasa-i. Imam Muslim berkata: Hadits ini menurut
pandanganku Shahih).
"Barangsiapa sholat mengikuti imam (bermakmum), maka bacaan imam telah menjadi bacaannya juga."
(Hadits
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah, Ad-Daraquthni, Ibnu Majah,
Thahawi dan Ahmad lihat kitab Irwa-ul Ghalil oleh Syaikh Al-Albani).
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam sesudah mendirikan sholat yang beliau
keraskan bacaanya dalam sholat itu, beliau bertanya: "Apakah ada
seseorang diantara kamu yang membaca bersamaku tadi?" Maka seorang
laki-laki menjawab, "Ya ada, wahai Rasulullah." Kemudian beliau berkata,
"Sungguh aku katakan: Mengapakah (bacaan)ku ditentang dengan Al-Qur-an
(juga)." Berkata Abu Hurairah, kemudian berhentilah orang-orang dari
membaca bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada
sholat-sholat yang Rasulullah keraskan bacaannya, ketika mereka sudah
mendengar (larangan) yang demikian itu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam.
(Hadits dikeluarkan oleh
Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i dan Malik. Abu Hatim Ar Razi
menshahihkannya, Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan).
BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH
55. Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah,
membaca surat yang lain atau beberapa ayat pada dua raka’at yang
pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat jenazah.
Dari Abu hurairah, dia berkata: "Dulu
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika selesai membaca surat
Ummul Kitab (Al-Fatihah) mengeraskan suaranya dan membaca amin."
(Hadits
dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Daraquthni
dan Ibnu Majah, oleh Al-Albani dalam Al-Silsilah Al-Shahihah dikatakan
sebagai hadits yang berkualitas shahih)
"Bila Nabi selesai membaca Al-Fatihah (dalam sholat), beliau mengucapkan amiin dengan suara keras dan panjang."
(Hadits shahih dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
"Jika
kamu hafal suatu ayat Al-Qur-an maka bacalah ayat tersebut, jika tidak
maka bacalah Tahmid, Takbir dan Tahlil." (Hadits dikeluarkan oleh Abu
Dawud dan At-Tirmidzi dihasankan oleh At-Tirmidzi, tetapi sanadnya
shahih, baca Shahih Abi Dawud hadits no. 807).
56. Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah
dipanjangkan kadang pula diringkas karena ada faktor-faktor tertentu
seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak
kecil.
57. Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda
sesuai dengan shalat yang dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih
panjang daripada bacaan shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada
shalat dzuhur, pada shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya,
sedangkan bacaan pada shalat maghrib umumnya diperpendek.
58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.
59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.
60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama. 7)
61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.
62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.
63. Tidak boleh imam memanjangkan bacaan
melebihi dari apa yang disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian
bisa-bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang
sakit, wanita yang mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai
keperluan.
Rasulullah
berkata:"Aku melakukan sholat dan aku ingin memperpanjang bacaannya akan
tetapi, tiba-tiba aku mendengar suara tangis bayi sehingga aku
memperpendek sholatku karena aku tahu betapa gelisah ibunya karena
tangis bayi itu." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan
Muslim)
MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN
64. Bacaan dikeraskan pada shalat shubuh,
jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama
dari shalat maghrib dan isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada
shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua
rakaat terakhir dari shalat isya.
65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).
66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.
MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL
67. Sunnah membaca Al-Qur’an secara tartil
(sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula
terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula
menghiasi Al-Qur’an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas
hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti
perbuatan Ahli Bid’ah dan tidak boleh pula seperti nada-nada musik.
Rasulullah berkata bahwa orang yang membaca Al-Qur-an kelak akan diseru:
"Bacalah,
telitilah dan tartilkan sebagaimana kamu dulu mentartilkan di dunia,
karena kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca." (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh
At-Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
membaca surat Al-Qur-an dengan suara yang bagus, maka beliau juga
memerintahkan yang demikian itu:"Perindahlah/hiasilah Al-Qur-an dengan
suara kalian [karena suara yang bagus menambah keindahan
Al-Qur-an]."(Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari , Abu Dawud,
Ad-Darimi, Al-Hakim dan Tamam Ar-Razi)
"Bukanlah dari golongan kami orang yang
tidak melagukan Al-Qur-an." (Hadits dikeluarkan oleh Abu Dawud dan
Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)
68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.
6. RUKU’
69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur.
70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.
Dari
Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua
tangannya sampai setentang kedua bahunya, hal itu dilakukan ketika
bertakbir hendak rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit) dari
ruku' …."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari, Muslim dan Malik)
71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.
72.
Lalu ruku’ sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan
setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun.
CARA RUKU’
73. Meletakkan kedua tangan di atas lutut
dengan sebaik-baiknya, lalu merenggangkan jari-jari seolah-olah
menggenggam kedua lutut. Semua itu hukumnya wajib.
"Bahwasanya
shallallahu 'alaihi wa sallam (ketika ruku') meletakkan kedua tangannya
pada kedua lututnya."(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan
Abu Dawud)
"Beliau merenggangkan jari-jarinya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Hakim dan dia menshahihkannya,
Adz-Dzahabi dan At-Thayalisi menyetujuinya)
74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.
"Jika
kamu ruku' maka letakkan kedua tanganmu pada kedua lututmu dan
bentangkanlah (luruskan) punggungmu serta tekankan tangan untuk ruku'."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dan Abu Dawud)
"Beliau bila ruku', meluruskan dan
membentangkan punggungnya sehingga bila air dituangkan di atas punggung
beliau, air tersebut tidak akan bergerak."
(Hadits di keluarkan oleh Al Imam Thabrani, 'Abdullah bin Ahmad dan ibnu Majah)
"Sholat seseorang sempurna sebelum dia melakukan ruku' dan sujud dengan meluruskan punggungnya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu 'Awwanah, Abu Dawud dan Sahmi dishahihkan oleh Ad-Daraquthni)
75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.
"Beliau tidak mendongakkan kepalanya dan tidak pula menundukkannya."
(Hadits ini diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Bukhari)
76. Merenggangkan kedua siku dari badan.
77. Mengucapkan saat ruku’.
1.
SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIM 3 kali atau lebih (Berdasar hadits yang
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain).
Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku, lagi Maha Agung."
2. SUBHAANA RABBIYAL 'ADHZIMI WA BIHAMDIH 3
kali (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud,
Ad-Daroquthni dan Al-Baihaqi).
Yang artinya:
"Maha Suci Rabbku lagi Maha Agung dan segenap pujian bagi-Nya."
3. SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALA-IKATI WAR RUUH (Berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
Yang artinya:
"Maha Suci, Maha Suci Rabb para malaikat dan ruh."
4. SUBHAANAKALLAHUMMA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGHFIRLII
Yang artinya:
"Maha Suci Engkau ya, Allah, dan dengan memuji-Mu Ya, Allah ampunilah aku."
Berdasarkan hadits dari 'A-isyah, bahwasanya dia berkata:
"Adalah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperbanyak membaca
Subhanakallahumma Wa Bihamdika Allahummaghfirlii dalam ruku'nya dan
sujudnya, beliau mentakwilkan Al-Qur-an."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim).
MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN
78. Termasuk sunnah untuk menyamakan
panjangnya rukun, diusahakan antara ruku’ berdiri dan sesudah ruku’, dan
duduk diantara dua sujud hampir sama.
"Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri setelah ruku'
dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau pernah melihat orang yang ruku'
dengan tidak sempurna dan sujud seperti burung mematuk, lalu berkata:
"Kalau orang ini mati dalam keadaan seperti itu, ia mati diluar agama
Muhammad [sholatnya seperti gagak mematuk makanan] sebagaimana orang
ruku' tidak sempurna dan sujudnya cepat seperti burung lapar yang
memakan satu, dua biji kurma yang tidak mengenyangkan."
(Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Abu Ya'la, Al-Ajiri, Al-Baihaqi, Adh-Dhiya'
dan Ibnu Asakir dengan sanad shahih, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)
79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.
Berdasarkan hadits:
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang membaca Al-Qur-an dalam ruku' dan sujud."
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah)
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
I’TIDAL SESUDAH RUKU’
80. Mengangkat punggung dari ruku’ dan ini adalah rukun.
Dari
Abdullah bin Umar, ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam apabila berdiri dalam sholat mengangkat kedua
tangannya sampai setentang kedua pundaknya, hal itu dilakukan ketika
bertakbir mau rukuk dan ketika mengangkat kepalanya (bangkit ) dari
ruku' sambil mengucapkan SAMI'ALLAAHU LIMAN HAMIDAH…" (Hadits
dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim dan Malik).
81. Dan saat i’tidal mengucapkan “SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH”
[Allah Maha mendengar terhadap orang yang memujinya] (HR. Muslim). Adapun hukumnya wajib.
82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal seperti dijelaskan terdahulu.
83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.
84. Mengucapkan saat berdiri “RABBANAA LAKAL HAMD (Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau
RABBANAA WA LAKAL HAMD (Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
atau
ALLAAHUMMA RABBANAA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku, segala puji kepada-Mu)
atau
ALLAAHUMMA RABBANAA WA LAKAL HAMD (Ya, Allah, Rabbku dan segala puji kepada-Mu)
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah:
"Apabila
imam mengucapkan SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH, maka ucapkanlah oleh kalian
ALLAHUMMA RABBANA WA LAKALHAMD, barangsiapa yang ucapannya tadi
bertepatan dengan ucapan para malaikat diampunkan dosa-dosanya yang
telah lewat." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
At-Ztirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah dan Malik)
Kadang ditambah dengan bacaan:
MIL-ASSAMAAWAATI, WA MIL-ALARDHL, WA MIL-A MAA SYI-TA MIN SYAI-IN BA'D
(Mencakup
seluruh langit dan seluruh bumi dan segenap yang Engkau kehendaki
selain dari itu) berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah.
Hukumnya
adalah wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam,
karena ini adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami’allahu
liman hamidah) adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai
tegak).
85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu.
"Kemudian
angkatlah kepalamu sampai engkau berdiri dengan tegak [sehingga
tiap-tiap ruas tulang belakangmu kembali pata tempatnya]." (dalam
riwayat lain disebutkan: "Jika kamu berdiri i'tidal, luruskanlah
punggungmu dan tegakkanlah kepalamu sampai ruas tulang punggungmu mapan
ke tempatnya)." (Hadits dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim,
dan riwayat lain oleh Ad-Darimi, Al-Hakim, As-Syafi'i dan Ahmad)
7. SUJUD
86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib.
87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
"Terkadang beliau mengangkat kedua tangannya ketika hendak sujud." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i dan Daraquthni)
TURUN DENGAN KEDUA TANGAN
88. Lalu turun untuk sujud dengan kedua
tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua lutut, demikianlah yang
diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tsabit dari
perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang
turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan.
89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.
90. Merapatkan jari jemari.
Dari
Wa-il, bahwasanya Nabi shalallau 'alaihi wasallam jika sujud maka
merapatkan jari-jemarinya. (Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim)
91. Lalu menghadapkan ke kiblat.
"Terkadang
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangannya [dan
membentangkan] serta merapatkan jari-jarinya dan menghadapkannya ke arah
kiblat." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud, Al-Hakim,
Al-Baihaqi)
92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu.
"Beliau meletakkan tangannya sejajar dengan bahunya" (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Tirmidzi)
93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.
"Terkadang beliau meletakkan tangannya sejajar dengan daun telinganya." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam An-Nasa'i)
94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shalallau 'alaihi wasallam bersabda:
"Luruskanlah
kalian dalam sujud dan jangan kamu menghamparkan kedua lengannya
seperti anjing menghamparkan kakinya." (Diriwayatkan oleh Al-Jama'ah
kecuali Al Imam An-Nasa-i, lafadhz ini bagi Al Imam Al-Bukhari)
95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun.
Dari
Abu Humaid As-Sa'diy, bahwasanya Nabi shalallau 'alaihi wasallam bila
sujud maka menekankan hidung dan dahinya di tanah serta menjauhkan kedua
tangannya dari dua sisi perutnya, tangannya ditaruh sebanding dua bahu
beliau." (Diriwayatkan oleh Al Imam At-Tirmidzi)
96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.
"Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menekankan kedua lututnya dan bagian
depan telapak kaki ke tanah." (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam
Al-Baihaqi)
97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.
98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib.
99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat.
Berkata
'A-isyah isteri Nabi shalallau 'alaihi wasallam: "Aku kehilangan
Rasulullah shalallau 'alaihi wasallam padahal beliau tadi tidur
bersamaku, kemudian aku dapati beliau tengah sujud dengan merapatkan
kedua tumitnya (dan) menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat, aku
dengar…"(Diriwayatkan oleh Al Imam Al-Hakim dan Ibnu Huzaimah)
100. Meletakkan/merapatkan kedua mata kaki.
BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD
101. Wajib berlaku tegak ketika sujud,
yaitu tertumpu dengan seimbang pada semua anggota sujud yang terdiri
dari : Dahi termasuk hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan
ujung-ujung jari kedua kaki.
102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun juga.
"Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan ruku', berdiri setelah ruku'
dan sujudnya juga duduk antara dua sujud hampir sama lamanya." (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
103. Mengucapkan ketika sujud:
SUBHAANA RABBIYAL A'LAA 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad dll)
atau kadang-kadang membaca
SUBHAANA RABBIYAL A'LAA WA BIHAMDIH, 3 kali
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud dll)
atau
SUBHAANAKALLAAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAAHUMMAGHFIRLII
(berdasar hadits yang dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim)
104. Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan.
105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu.
106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.
107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat sujud.
"Ketahuilah bahwa aku dilarang membaca Al-Qur-an sewaktu ruku' dan sujud…"
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Abu 'Awwanah).
IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD
108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit dari sujudnya seraya bertakbir"
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.
111. Melipat kaki kiri dan mendudukinya. Hukumnya wajib.
112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).
Dari
'A-isyah berkata: "Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menghamparkan
kaki beliau yang kiri dan menegakkan kaki yang kanan, baliau melarang
dari duduknya syaithan."
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
*Komentar
Syaikh Al-Albani: duduknya syaithan adalah dua telapak kaki ditegakkan
kemudian duduk dilantai antara dua kaki tersebut dengan dua tangan
menekan dilantai.
Beliau menegakkan kaki kanannya (Al-Bukhari)
113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat.
Menghadapkan jari-jemarinya ke kiblat (An-Nasa-i)
114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit.
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang duduk iq'a, yakni [duduk dengan
menegakkan telapak dan tumit kedua kakinya]. (Hadits dikeluarkan oleh
Muslim)
115. Mengucapkan pada waktu duduk:
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WA 'AAFINII WAHDINII WARZUQNII (Ya Allah Ampunilah Aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku dan berilah aku rizki) (Abu Dawud)
atau
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WARZUQNII WARFA'NII (Ya Allah Ampunilah Aku, kasihanilah aku,tutupilah kekuranganku, tunjukilah aku dan berilah aku rizki) (Ibnu Majah)
atau
ALLAAHUMMAGHFIRLII WARHAMNII WAJBURNII WAHDINII WARZUQNII (Ya Allah Ampunilah Aku, kasihanilah aku,tutupilah kekuranganku, angkatlah derajatku, tunjukilah aku dan berilah aku rizki)
(At-Tirmidzi)
116. Dapat pula mengucapkan. “Rabbigfirlii, Rabbigfilii”.
Dari
Hudzaifah, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan
dalam sujudnya (dengan do'a): Rabighfirlii, Rabbighfirlii [Ya Allah
Ampunilah Aku 2x). (Hadits dikeluarkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Majah
dengan lafadhz Ibnu Majah)
117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.
SUJUD KEDUA
118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.
119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini.
120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga.
121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.
DUDUK ISTIRAHAT
122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.
123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya.
124. Duduk sebentar di atas kaki kiri
seperti duduk iftirasy sebelum bangkit berdiri, sekadar selurus tulang
menempati tempatnya.
Dari Malik
bin Huwairits bahwasanya di malihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
sholat, maka bila pada roka'at yang ganjil tidaklah beliau bangkit
sampai duduk terlebih dulu dengan lurus." (Hadits dikeluarkan oleh
Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
RAKAAT KEDUA
125. Kemudian bangkit raka’at kedua -ini termasuk
rukun- sambil menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal
seperti tukang tepung mengepal kedua tangannya.
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertumpu pada lantai ketika bangkit ke roka'at kedua.
(Hadits dikeluarkan oleh Al-Bukhari)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika
bangkit dari duduknya mengucapkan takbir, kemudian berdiri (Hadits
dikeluarkan oleh Abu Ya'la).
126. Melakukan pada raka’at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.
127. Akan tetapi tidak membaca pada raka’at yang kedua ini do’a iftitah.
128. Memendekkan raka’at kedua dari raka’at yang pertama.
DUDUK TASYAHUD
129. Setelah selesai dari raka’at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.
130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud.
Dari
Abi Humaid As-Sa'idiy tentang sifat sholat Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, dia berkat, "Maka apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam duduk dalam dua roka'at (-tasyahhud awwal) beliau duduk diatas
kaki kirinya dan bila duduk dalam roka'at yang akhir (-tasyahhud akhir)
beliau majukan kaki kirinya dan duduk di tempat kedudukannya (lantai
dll)."(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Abu Dawud)
131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat ini.
132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.
133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri.
Dari
Ibnu 'Umar berkata Rasulullahi shallallahu 'alaihi wa sallam bila duduk
didalam shalat meletakkan dua tangannya pada dua lututnya dan
mengangkat telunjuk yang kanan lalu berdoa dengannya sedang tangannya
yang kiri diatas lututnya yang kiri, beliau hamparkan padanya." (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Muslim dan Nasa-i).
134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.
MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA
135. Menggenggam jari-jari tangan kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah.
136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu jari dengan jari tengah.
137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat.
138. Dan melihat pada telunjuk.
139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir.
"Kemudian
beliau duduk, maka beliau hamparkan kakinya yang kiri dan menaruh
tangannya yang kiri atas pahanya dan lututnya yang kiri dan ujung
sikunya diatas paha kanannya, kemudian beliau menggenggam jari-jarinya
dan membuat satu lingkaran kemudian mengangkat jari beliau maka aku
lihat beliau menggerak-gerakkannya berdo'a dengannya." (Hadits
dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa-i).
140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri.
141. Melakukan semua ini di semua tasyahud.
UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA
142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi.
143. Membaca tasyahud dengan sirr (tidak dikeraskan).
144. Dan lafadznya : "AT-TAHIYYAATU
LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU'ALAIKA AYYUHAN NABIY WA
RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU, AS-SALAAMU 'ALAINA WA 'ALAA 'IBAADILLAHIS
SHALIHIN. ASYHADU ALLAA ILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN
'ABDUHU WA RASULUHU"
artinya: segala kehormaatan, shalawat dann
kebaikan kepunyaan Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi
dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas
kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; -karena sesungguhnya
apabila kalian mengucapkan sudah mengenai semua hamba Allah yang shalih
di langit dan di bumi- Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah yang
haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba daan
utusan-Nya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al Bukhari).
atau yang rada pendeknya :
ATTAHIYYATU
AL-MUBARAKATU AL- SHALAWATU AL-THAYYIBATU LILLAHI, A5SALAMU 'ALAYKA
AYYUHA AL-NABIYYU WA RAHMATU ALLAH I WA BARAKATUHU. ASSALAMU 'ALAYNA WA
'ALA 'IBADILLAHI
Segala kehormatan, keberkahan, rahmat dan
kebaikan adalah bagi Allah. Keselamatan bagiMu wahai Nabi juga rahmat
Allah dan keberkahannya. Keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah
yang shaleh. Aku bersaksi bahwa sebenarnya tiada Tuhan yang wajib
disembah kecuali Allah Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah
utusan Allah. (HR. Muslim)
145. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan : “Allahumma
shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, kamaa shallaiyta ‘alaa
ibrahiima wa ‘alaa ali ibrahiima, innaka hamiidum majiid”.
“Allahumma baarik ‘alaa muhammaddiw wa’alaa
ali muhammadin kamaa baarikta ‘alaa ibraahiima wa ‘alaa ali ibraahiima,
innaka hamiidum majiid”.
“Artinya : Ya Allah berilah shalawat atas
Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau bershalawat kepada
Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan
Mulia.Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji dan Mulia”.
146. Dapat juga diringkas sebagai berikut :
“Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, wabaarik ‘alaa
muhammadiw wa’alaa ali muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa
ibraahiim wa’alaa ali ibraahiim, innaka hamiidum majiid”.
“Artinya : Ya Allah bershalawatlah kepada
Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat dan
memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan
Mulia”.
147. Kemudian memilih salah satu do’a yang
disebutkan dalam kitab dan sunnah yang paling disenangi lalu berdo’a
kepada Allah dengannya.
RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT
148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.
149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.
150. Kemudian bangkit ke raka’at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.
151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat.
152. Akan tetapi sebelum bangkit berdiri,
duduk sebentar di atas kaki yang kiri (duduk iftirasy) sampai semua
tulang menempati tempatnya.
153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua.
154. Kemudian membaca pada raka’at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.
155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.
QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA
156. Disunatkan untuk qunut dan berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.
157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan : “Rabbana lakal hamdu”.
158. Tidak ada do’a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi.
159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
160. Mengeraskan do’a tersebut apabila sebagai imam.
161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.
162. Apabila telah selesai membaca do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud.
QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA
163. Adapun qunut di shalat witir disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.
164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini berbeda dengan qunut nazilah.
165. Mengucapkan do’a berikut : “Allahummah
dinii fiiman hadayit, wa ‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii fiiman
tawallayit, wa baariklii fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit,
fainnaka taqdhii walaa yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw
waalayit walaa ya’izzu man ‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa
manjaa minka illaa ilayika”.
“Artinya : Ya Allah tunjukilah aku pada
orang yang engkau tunjuki dan berilah aku afiat pada orang yang Engkau
beri afiat. Serahkanlah aku pada orang yang berwali kepada-Mu, berilah
aku berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari
keburukan yang Engkau tetapkan, karena Engkau menetapkan, dan tidak ada
yang menetapkan untukku. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang
berwali kepada-Mu, dan tidak akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau
penuh berkah, Wahai Rabb kami dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada
tempat berlindung kecuali kepada-Mu”.
166. Do’a ini termasuk do’a yang diajarkan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperbolehkan karena
tsabit dari para shahabat radiyallahu anhum.
167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali seperti terdahulu.
TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK
168. Kemudian duduk untuk tasyahud akhir, keduanya adalah wajib.
169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal.
170. Selain duduk di sini dengan cara
tawaruk yaitu meletakkan pangkal paha kiri ke tanah dan mengeluarkan
kedua kaki dari satu arah dan menjadikan kaki kiri ke bawah betis kanan.
171. Menegakkan kaki kanan.
172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.
173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya.
KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA
174. Wajib pada tasyahud akhir bershalawat
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya
yang telah kami sebutkan pada tasyahud awal.
175. Kemudian berlindung kepada Allah dari
empat perkara, dan mengucapkan : “Allahumma inii a’uwdzubika min
‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal
mamaati wa min tsarri fitnatil masyihid dajjal”.
“Artinya : Ya Allah aku berlindung
kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa kubur, dan dari fitnah
orang yang hidup dan orang yang mati serta dari keburukan fitnah masih
ad-dajjal”. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim
dengan lafadhz Muslim)
BERDO’A SEBELUM SALAM
176. Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan
do’a yang nampak baginya dari do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah,
dan do’a ini sangat banyak dan baik. Apabila dia tidak menghafal satupun
dari do’a-do’a tersebut maka diperbolehkan berdo’a dengan apa yang
mudah baginya dan bermanfaat bagi agama dan dunianya.
SALAM DAN MACAM-MACAMNYA
177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.
Dari
'Amir bin Sa'ad, dari bapaknya berkata: Saya melihat Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam memberi salam ke sebelah kanan dan sebelah kirinya
hingga terlihat putih pipinya.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Muslim dan An-Nasa-i serta ibnu Majah)
178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.
179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah.
180. Macam-macam cara salam.
* Pertama mengucapkan “Assalamu ‘alaikum
warahmatullahi wabarakatuhu” ke arah kanan dan mengucapkan
“Assalamu’alaikum warahmatullah” ke arah kiri. (Hadits dikeluarkan oleh
Al Imam Abu Dawud)
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh). (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Muslim)
*
Ketiga mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke arah kanan dan
“Assalamu’alaikum” ke arah kiri. (Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad
dan An-Nasa-i)
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
=======================================
NOTE: Untuk lebih lengkapnya bisa merujuk
ke kitab Ashlu Shifat Shalat Nabi oleh Muhammad Nashiruddin Al Albani,
lengkap dengan dalil2 atau takhrij haditsnya.
Diposting oleh Abu Fahd Negara Tauhid, dengan beberapa tambahan.
http://www.facebook.com/notes/abu-fahd-negaratauhid/ringkasan-shifat-shalat-nabi-disertai-gambar-panduan/412419776711
Tidak ada komentar:
Posting Komentar