KIAT-KIAT MENUJU KELUARGA SAKINAH
Oleh: Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas
Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan pernikahan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah (memberi nafkah) dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci, detail dan gamblang.
Selanjutnya untuk
memahami konsep pernikahan dalam Islam, maka rujukan yang paling benar
dan sah adalah Al Qur’an dan As Sunnah Ash Shahihah yang sesuai dengan
pemahaman Salafush Shalih. Berdasar rujukan ini, kita akan memperoleh
kejelasan tentang aspek-aspek pernikahan, maupun beberapa penyimpangan
dan pergeseran nilai pernikahan yang terjadi di dalam masyarakat kita.
Pernikahan adalah fitrah
kemanusiaan. Maka dari itu Islam menganjurkannya, karena nikah merupakan
gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Allah Ta’ala berfirman:
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum:30)
Islam Menganjurkan Nikah
Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan besar sekali, Allah menyebutkan sebagai ikatan yang kuat. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa’:21)
Sampai-sampai iaktan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda:
“Barangsiapa
menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah
ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (HR.Ath Thabrani, Syaikh Albani menghasankannya)
ISLAM TIDAK MENYUKAI MEMBUJANG
Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan untuk menikah dan melarang
keras orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radhiallahu anhu
berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan kami
untuk menikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras.”
Beliau bersabda:
“Nikahilah wanita yang subur dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku di hadapan umat-umat lain.” (HR. Abu Dawud, An Nasa-i, Al Hakim, Al Baihaqi dari Ma’qil bin Yasar dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
Pernah
suatu ketika, tiga orang sahabat radhiallahu anhum datang bertanya
kepada isteri-isteri Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang
peribadahan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Kemudian setelah
diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan ibadah mereka. Salah
seorang dari mereka berkata: “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa
tanpa putus”. Sahabat lain berkata:”Sedangkan saya akan menjauhi wanita,
saya tidak akan menikah selamanya…”. Ketika hal itu di dengar oleh Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau keluar seraya berkata:
“Benarkah
kalian telah berkata begini dan begitu?Sungguh demi Allah, sesunguhnya
akulah yang paling takut dan taqwa kepada Allah diantara kalian, akan
tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan
aku juga menikahi wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku,
maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, AN Nasa-i dan Al Baihaqi dari sahabat Anas bin Malik)
Allah
memerintahkan untuk menikah. Dan seandainya mereka fakir, niscaya Allah
Ta’ala akan membantu dengan memberikan rezeki kepada mereka. Allah
menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang menikah, dalam
firmanNya:
“Dan
nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang
yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
wanita. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur:32)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya:
“Ada
tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah. Yaitu,
mujahid fi sabilillah, budak yang menebus dirinya supaya merdeka, dan
orang yang menkah karena ingin memelihara kehormatannya.” (HR. Ahmad, An Nasa-i, At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim, dari sahabat Abu Hurairah. Hadits ini hasan)
TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Pernikahan
adalah fitrah manusia. Dan jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
adalah dengan akad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara
yang kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Akhlak Yang Mulia
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Wahai,
para pemuda! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk menikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad Darimi dan AL Baihaqi, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud)
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al
Qur’an disebutkan, bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian),
jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah,
sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut:
“Thalaq
(yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi
kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir keduanya (suami isteri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang pembayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang
zhalim.” (QS. Al Baqarah:229)
Jadi
tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan
syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga
berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim
dan muslimah harus berusaha membina rumah tangga yang Islami. Ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang
ideal, agar terbentuk rumah tangga yang Islami. Di antara kriteria itu
adalah harus kafa’ah dan shalihah.
Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Kafa’ah
(setaraf, sederajat) menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan
taqwa serta akhlaq seseorang, bukan diukur dengan status social,
keturunan dan barometer duniawi lainnya.
“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
wanita dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat:13)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Seorang
wanita dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang taat
agamanya (ke-Islamannya). niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An Nasa-i, Ibnu Majah, Ahmad, dari sahabat Abu Hurairah)
Memilih Yang Shalihah
Orang
yang hendak menikah, harus memilih wanita yang shalihah, demikian pula
wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Allah berfirman:
“Wanita-wanita
yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah
buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang
baik pula.” (QS. An Nuur:26)
Menurut Al Qur’an, wanita yang shalihah adalah:
“Wanita yang
shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami
tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An Nisa’:34)
Menurut Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih, diantara cirri-ciri wanita yang shalihah adalah:
-
Ta’at kepada Allah dan ta’at kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
-
Ta’at kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada, serta menjaga harta suaminya.
-
Menjaga shalat yang lima waktu tepat pada waktunya.
-
Melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
-
Banyak shadaqah dengan seizing suaminya.
-
Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (QS. Al Ahzab:33).
-
Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, karena yang ketiganya adalah syaitan.
-
Tidak menerima tamu yang tidak disukai oleh suaminya.
-
Ta’at kepada kedua orang tua dalam kebaikan.
-
Berbuat baik kepada tetangganya sesuai dengan syari’at.
-
Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami.
Bila kriteria ini dipenuhi, insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah kepada Allah.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dan
dalam hubungan suami isteri salah seorang diantara kalian adalah
sedekah (Mendengar sabda Rasulullah), para sahabat keheranan dan
bertanya: ‘Wahai Rasulullah. Apakah salah seorang dari kita memuaskan
syahwatnya (kebutuhan biologisnya terhadap isterinya) akan mendapat
pahala?’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: ‘Bagaimana menurut
kalian, jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selian isterinya,
bukankah mereka berdosa?’ Jawab para sahabat:’Ya, benar’. Beliau
bersabda lagi:’Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan isterinya
(ditempat yg halal), mereka akan memperoleh pahala.’” (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Dzar)
5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan Bani Adam sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Allah telah
menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami isteri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada
yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” (QS. An Nahl:72)
Yang
terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu
mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Sebagaimana firman
Allah:
“Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian (yaitu anak).’ (QS. Al Baqarah:187).
Yang dimaksud dengan ayat ini, “Hendaklah kalian mencampuri isteri kalian dan berusaha untuk memperoleh anak.”
TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang
muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang
terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh oarng lain.
Dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang
dipinang oleh orang lain.
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi:
-
Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
-
Adanya ijab qabul.
-
Adanya mahar.
-
Adanya wali
-
Adanya saksi-saksi.
3. Walimah
Walimatul
‘urusy (pesta pernikahan) hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana
mungkin dan dalam walimah hendaklah diundang pula orang-orang miskin.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing.” (HR.Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa-i, Ad Darimi, Ahmad, dari sahabat Anas bin Malik)
SEBAGIAN PELANGGARAN YANG TERJADI DALAM PERNIKAHAN YANG WAJIB DIHINDARKAN (DIHILANGKAN)
1. Pacaran.
2. Tukar cincin.
3. Menuntut mahar yg tinggi.
4. Mengikuti upacara adat.
5. Mencukur jenggot bagi laki-laki dan mencukur alis mata bagi wanita.
6. Kepercayaan terhadap hari baik dan sial dalam menentukan waktu pernikahan
7. Mengucapkan ucapan selamat ala kaum jahiliyah.
8. Adanya ikhtilath (bercampur-baurnya antara laki-laki dan perempuan).
9. Musik, nyanyi dan pelanggaran-pelanggaran lainnya.
Marilah
kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan dan membina rumah tangga
dengan cara yang Islami, serta berusaha meninggalkan aturan, tata-cara,
upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. Jangan meniru
cara-cara orang-orang kafir dan orang-orang yang banyak berbuat dosa dan
maksiat.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
Anjuran
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk menikah mengandung berbagai
manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Dapat menundukkan pandangan.
2. Akan terjaga kehormatan
3. Terpelihara kemaluan dari beragam maksiat.
4. Akan ditolong dan dimudahkan oleh Allah.
5. Dapat menjaga syahwat, yang merupakan salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam surga.
6. Mendatangkan ketenangan dalam hidup.
7. Akan terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagaimana firman Allah:
“Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan Allah, ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan
saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar Rumm:21)
8. Akan mendapatkan keturunan yang shalih.
9. Menikah dapat menjadi sebab peningkatan jumlah ummat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Ada
sebagian kaum muslimin yang telah menikah dan dikaruniai oleh Allah
seorang anak atau dua orang anak, kemudian mereka membatasi kelahiran,
tidak mau mempunyai anak lagi dengan berbagai alasan yang tidak syar’i.
Perbuatan mereka telah melanggar syari’at Islam. Fatwa-fatwa ulama Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah telah menjelaskan dengan tegas, bahwa membatasi
kelahiran atau dengan istilah lainnya “keluarga berencana”, hukumnya
adalah haram.
Sesungguhnya banyak anak itu banyak manfaatnya. Dianatara manfaaat dengan banyaknya anak dan keturunan, adalah:
a. Di Dunia mereka akan saling menolong dalam kebajikan.
b. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.
c. Do’a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak lagi beramal (telah meninggal dunia).
d.
Jika ditaqdirkan oleh Allah anaknya meninggal ketika masih kecil, insya
Allah ia akan menjadi syafa’at (penolong) bagi orang tuanya nanti di
akhirat.
e.
Anak akan menjadi hijab (pemelihara) dirinya dengan api neraka,
manakala orang tuanya mampu menjadikan anak-anaknya sebagai anak yang
shalih dan shalihah.
f.
Dengan banyaknya anak, akan menjadikan salah satu sebab bagi kemenangan
kaum muslimin ketika dikumandangkan jihad fi sabilillah, karena jumlah
yang sangat banyak.
g.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bangga dengan jumlah umatnya
yang banyak. Apabila seorang muslim cinta kepada Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam, maka hendaklah ia mengikuti keinginan Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk memperbanyak anak, karena Beliau
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bangga dengan tingginya kuantitas umatnya
pada hari kiamat.
Bila Belum Dikaruniai Anak
Apabila
ditaqdirkan Allah sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama, namun
belum juga dikaruniai anak, maka janganlah dia berputus asa dari rahmat
Allah. Hendaklah dia terus berdo’a sebagaimana Nabi Ibrahim dan Zakaria
‘Alaihis Salam telah berdoa kepada Allah, sampai Allah mengabulkan do’a
mereka. Dan hendaknya bersabar dan ridho dengan qadha’ dan qadar yang
Allah tentukan, serta meyakini bahwa semua itu ada hikmahnya.
Do’a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al Qur’an, yaitu:
“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. Ash Shaafat:100).
“Ya Rabb
kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertaqwa.” (QS. Al Furqan:74).
“Ya Rabbku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling baik.” (QS. Al Anbiyaa:89).
Mudah-mudahan Allah memberikan keturunan yang shalih kepada pasangan suami isteri yang belum dikaruniai anak.
HAK ISTERI YANG HARUS DIPENUHI SUAMI
Diantara
kewajiban dan hak tersebut adalah seperti yang tercantum dalam sabda
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dari sahabat Muawiyah bin Haidah bin
Mu’awiyah bin Ka’ab Al Qusyairy radhiallahu anhu, ia berkata: Saya telah
bertanya, “Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi
oleh suaminya?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab:
1. Engkau memberinya makan apabila engkau makan.
2. Engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian.
3. Janganlah engkau memukul wajahnya,dan
4. Janganlah engkau menjelek-jelekannya, dan
5. Janganlah engkau tinggalkan dia meliankan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah).
(HR.Abu
Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, Al Baghawi, An
Nasa-i. Hadits ini dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu
Hibban)
Mengajarkan Ilmu Agama
Di
samping hak diatas harus dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami juga
wajib mengajarkan ajaran Islam kepada isterinya. Allah Ta’ala
berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya (terbuat dari) manusia dan batu, penjaganya
adalah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak mendurhakai
(perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim:6)
Untuk
itulah, kewajiban sang suami untuk membekali dirinya dengan menuntut
ilmu syar’i (thalabul ‘ilmi) dengan menghadiri majelis-majelis ilmu yang
mengajarkan Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush
Shalih-generasi terbaik,yang mendapat jaminan dari Allah-sehingga dengan
bekal tersebut, seorang suami mampu mengajarkannya kepada isteri, anak
dan keluarganya. Jika ia tidak sanggup mengajarkan mereka, seorang suami
harus mengajak isterinya menuntut ilmu syar’i dan menghadiri
majelis-majelis taklim yang mengajarkan tentang aqidah, tauhid
mengikhlaskan agama kepada Allah, dan mengajarkan tentang bersuci,
berwudhu’, shalat, adab dan lainnya.
HAK SUAMI YANG HARUS DIPENUHI ISTERI
Ketaatan Istri Kepada Suaminya
Setelah
wali (orang tua) sang isteri menyerahkan kepada suaminya, maka kewajiban
taat kepada sang suami menjadi hak yang tertinggi yang harus dipenuhi,
setelah kewajiban taatnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana sabda
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Kalau
seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku
akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” (HR.
Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Baihaqi, dari sahabat Abu Hurairah. Ini
lafazh milik Tirmidzi, ia berkata,’Hadits ini hasan shahih’)
Sang
isteri harus taat kepada suaminya, dalam hal-hal yang ma’ruf (mengandung
kebaikan dalam hal agama), misalnya ketika diperintahkan untuk shalat,
berpuasa, mengenakan busana muslimah, menghadiri majelis ilmu, dan
bentuk-bentuk perintah lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan
syari’at. Hal inilah yang justru akan mendatangkan surga bagi dirinya,
sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Apabila
seorang wanita mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan
Ramadhan, menjaga kemaluannya, menjaga kehormatannya dan dia taat kepada
suaminya, niscaya ia akan masuk surga dari pintu surga mana saja yang
dia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Hurairah. Hadits ini hasan shahih)
Isteri Harus Banyak Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut
Perintah
ini sangat ditekankan dalam Islam, bahkan Allah tidak akan melihatnya
pada hari kiamat, manakala sang isteri benyak menuntut kepada suaminya
dan tidak bersyukur kepadanya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Sesungguhnya
aku diperlihatkan neraka dan melihat kebanyakan penghuninya adalah
wanita.” Sahabat bertanya: “Sebab apa yang menjadikan mereka paling
banyak menghuni neraka?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
menjawab: “Dengan sebab kufur”. Sahabat bertanya:”Apakah dengan sebab
mereka kufur kepada Allah?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
menjawab:”(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada
kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada
isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek
pada diri suaminya, maka dia mengatakan ‘Aku tidak pernah melihat
kebaikan pada dirimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim, Abu
‘Awanah, Malik, An Nasa-i serta Al Baihaqi, dari sahabat Ibnu ‘Abbas dan
diriwayatkan pula dari beberapa sahabat).
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan melihat kepada seorang wanita yang tidak bersyukur
kepada suaminya dan dia selalu menuntut (tidak pernah merasa cukup).” (HR.
AN Nasa-i, Al Hakim, Al Baihaqi dari sahabat Abdullah bin Amr. Al Hakim
berkata,’Hadits ini sanadnya shahih,’ dan disepakati oleh Imam Adz
Dzahabi)
Isteri Wajib Berbuat Baik Kepada Suaminya
Perbuatan
ihsan (baik) seorang suami harus dibalas pula dengan perbuatan yang
serupa atau yang lebih baik. Isteri harus berkhidmat kepada suaminya dan
menunaikan amanah mengurus anak-anaknya menurut syari’at Islam yang
mulia. Allah telah mewajibkan kepada dirinya untuk mengurus suaminya,
mengurus rumah tangganya, mengurus anak-anaknya.
NASEHAT UNTUK SUAMI ISTERI
1. Bertakwa kepada Allah dalam keadaan bersama maupun sendiri, di rumahnya maupun di luar rumahnya.
2. Wajib menegakkan ketaatan kepada Allah dan menjaga batas-batas Allah di dalam keluarga.
3.
Melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan minta tolong kepada Allah.
Laki-laki wajib mengerjakan shalat lima waktu di masjid secara
berjama’ah. Dan perintahkan anak-anak untuk shalat pada waktunya.
4. Menegakkan shalat-shalat sunnah, terutama shalat malam.
5.
Perbanyak berdzikir kepada Allah. Bacalah Al Qur’an setiap hari,
terutama surat Al Baqarah. Bacalah pula do’a dan dzikir yang telah
diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ingatlah, bahwa
syaitan tidak senang kepada keutuhan rumah tangga dan syaitan selalu
berusaha mencerai-beraikan suami isteri. Dan ajarkan anak-anak untuk
membaca Al Qur’an dan dzikir.
6. Bersabar atas musibah yang menimpa dan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya.
7.
Terus menerus berintrospeksi antara suami isteri. Saling menasehati,
tolong menolong dan memaafkan serta mendo’akan. Jangan egois dan gengsi.
8. Berbakti kepada kedua orang tua.
9. Mendidik anak agar menjadi anak-anak yang shalih, ajarkan tentang aqidah, ibadah dan akhlak yang benar dan mulia.
10. Jagalah anak-anak dari media yang merusak aqidah dan akhlak.
NASIHAT KHUSUS UNTUK SUAMI
Wahai Para Suami!!
-
Apa yang memberatkanmu-wahai hamba Allah-untuk tersenyum di hadapan isterimu ketika engkau masuk menemuinya, agar engkau memperoleh ganjaran dari Allah.
-
Apa yang membebanimu untuk bermuka cerah ketika engkau melihat isteri dan anak-anakmu? Engkau akan mendapat pahala.
-
Apa sulitnya jika engkau masuk ke rumah sambil mengucapkan salam secara sempurna: “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” agar engkau memperoleh tiga puluh kebaikan.?
-
Apa yang kira-kira akan menimpamu jika engkau berkata kepada isterimu dengan perkataan yang baik, sehingga ia meridhaimu, sekalipun dalam perkataanmu tersebut agak sedikit dipaksakan?
-
Apakah yang menyusahkanmu-wahai hamba Allah-jika engkau berdo’a: “Ya Allah! Perbaikilah isteriku, dan curahkan keberkahan padanya.”
-
Tahukah engkau bahwa ucapan yang lembut merupakan shadaqah?.
NASIHAT KHUSUS UNTUK ISTERI
Wahai Para Isteri
-
Apakah yang menyulitkanmu, jika engkau menemui suami ketika dia masuk ke rumahmu dengan wajah yang cerah sambil tersenyum manis?
-
Berhiaslah untuk suamimu dan raihlah pahala di sisi Allah, sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, gunakanlah wangi-wangian! Bercelaklah! Berpakaianlah dengan busana terindah yang kau miliki untuk menyambut kedatangan suamimu. Ingat, janganlah sekali-kali engkau bermuka muram dan cemberut di hadapannya.
-
Jadilah engkau seorang isteri yang memiliki sifat lapang dada, tenang dan selalu ingat kepada Allah dalam segala keadaan.
-
Didiklah anak-anakmu dengan baik, penuhilah rumahmu dengan tasbih, takbir, tahmid dan tahlil serta perbanyaklah membaca Al Qur’an, khususnya surat Al Baqarah, karena surat tersebut dapat mengusir syaitan.
-
Bangunkanlah suamimu untuk mengerjakan shalat malam, anjurkanlah dia untuk berpuasa sunnah dan ingatkanlah dia kembali tentang keutamaan berinfak, serta janganlah melarangnya untuk bersilaturahim.
-
Perbanyaklah istighfar untuk dirimu, suamimu, orang tuamu, dan semua kaum muslimin, dan berdoalah selalu agar diberikan keturunan yang shalih dan memperoleh kebaikkan dunia dan akhirat, dan ketahuilah bahwasanya Rabb-mu Maha Mendengar do’a. Sebagimana firman Allah:
“Dan Rabb kalian berfirman:’Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan untuk kalian’.” (QS.Al Mu’min:60)
KEPEMIMPINAN LAKI-LAKI ATAS WANITA
Allah Ta’ala berfirman:
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih ialah yang ta’at kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi dan Maha Besar.” (QS. An Nisa’:43)
KEWAJIBAN MENDIDIK ANAK
Sang
suami sebagai kepala rumah tangga haruslah memberikan teladan yang baik
dalam mengemban tanggung jawabnya, karena Allah akan mempertanyakannya
di hari akhir kelak. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu
sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggungjawab atas orang
yang dipimpinnya. Seorang Amir (Raja) adalah pemimpin, laki-laki pun
pemimpin atas keluarganya, dan perempuan juga pemimpin bagi rumah
suaminya dan anak-anaknya, ingatlah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin
dan kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas
kepemimpinannya.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dari shabat Ibnu Umar)
Seorang
suami harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi suami yang
shalih, dengan mengkaji ilmu-ilmu agama, memahaminya serta melaksanakan
dan mengamalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, serta menjauhkan diri dari setiap yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Kemudian
dia mengajak dan membimbing sang isteri untuk berbuat demikian juga,
sehingga anak-anaknya akan meneladani kedua orang tuanya, karena tabi’at
anak memang cenderung untuk meniru apa-apa yang ada di sekitarnya.
1.
Mendidik anak dengan cara-cara yang baik dan sabar, agar mereka
mengenal dan mencintai Allah, yang menciptakannya dan seluruh alam
semesta, mengenal dan mencintai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam,
yang pada diri beliau terdapat suri tauladan yang mulia, serta agar
mereka mengenal dan memahami Islam untuk diamalkan.
2.
Pada usia dini (sekitar 2-3 tahun), kita ajarkan kepada mereka
kalimat-kalimat yang baik serta bacaan Al Qur’an, sebagaimana yang
dicontohkan oleh para sahabat dan generasi tabi’in dan tabi’ut tabi’in,
sehingga banyak dari mereka yang sudah hafal Al Qur’an pada usia sangat
belia.
3. Perhatian terhadap shalat juga harus menjadi prioritas utama bagi orang tua kepada anaknya.
4.
Perhatian orang tua terhadap anaknya juga dalam hal akhlaqnya, dan yang
harus menjadi penekanan utama adalah akhlaq (berbakti) kepada orang
tua.
5.
Juga perlu diperhatikan teman pergaulan anaknya, karena sangat bisa
jadi pengaruh jelek temannya akan berimbas pada perilaku dan akhlaq
anaknya.
6.
Disamping ikhtiar yang dilakukan untuk menjadikan isterinya menjadi
isteri yang shalihah, hendaknya sang suami juga memanjatkan do’a kepada
Allah pada waktu-waktu yang mustajab, seperti sepertiga malam terakhir,
agar keluarganya dijadikan keluarga yang shalih, dan rumah tangganya
diberikan sakinah, mawaddah wa rahmah, seperti do’a yang tercantum dalam
Al Qur’an:
“Dan
orang-orang yang berdo’a:’Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami,
isteri-isteri kami, keturunan-keturunan kami sebagai penyenang hati kami
dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Furqan:74)
Paling tidak, seorang
suami hendaknya bisa menjadi teladan dalam keluarganya, dihormati
oleh sang isteri dan anak-anaknya, kemudian mereka menjadi hamba-hamba
Allah yang shalih dan shalihah, bertakwa kepada Allah.
Inilah
kiat-kiat yang hendaknya semorang muslim dan muslimah lakukan untuk
mewujudkan keluarga sakinah. Wallahu a’lam bish shawab.
Maraji’:
1.
‘Isyratun Nisaa’, Imam Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali An
Nasa-i, tahqiq dan ta’liq ‘Amir Ali Umar, Cet. Maktabah As Sunnah,
Kairo, Th. 1408H.
2. Adabuz Zifaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif (karya) Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Daarus Salam,. Th.1423H.
3. Irwaa-ul Ghalil Fii Takhriji Ahaadits Manaaris Sabil, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cet. Al Maktab Al Islami.
4. Al Insyirah Fii Adaabin Nikah, ta’lif Abu Ishaq Al Huwaini Al Atsari, Cet. II, Darul Kitab Al ‘Arabi, Th.1408H.
5.
Fiqhut Ta’aamul Baina Az Zaujaini Wa Qabasat Min Baitin Nubuwwah,
ta’lif Syaikh Abu Abdillah Mushthafa bin Al ‘Adawi, Cet. I, Darul Qasim,
1417H.
6. Tuhfatul ‘Arus, Syaikh Mahmud Mahdi Al Istambuli.
7. Adaabul Khitbah Wa Zifaaf Fis Sunnah Al Muthahharah, ta’lif ‘Amr Abdul Mun’im Salim, Cet. I, Daarudh Dhiyaa’, Th. 1421H.
Dikutip dari Majalah As Sunnah Edisi Khusus/VIII/1425H/2004M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar