Tauhid Rububiyyah
Ketiga:
RUKUN IMAN
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Ahlus Sunnah beriman kepada Allah Azza wa Jalla, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan dibangkitkannya manusia setelah mati, serta iman kepada qadar yang baik maupun buruk.
Di dalam surat al-Baqarah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari Kemudian, Malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi...” [Al-Baqarah: 177][1]
Di samping ayat di atas, banyak sekali hadits shahih yang menegaskan hal serupa. Di antara sejumlah hadits tersebut ter-dapat sebuah hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, bahwasanya Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Iman, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلاَئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ.
“Iman itu adalah engkau (1) beriman kepada Allah, (2) Malaikat-malaikat-Nya, (3) Kitab-kitab-Nya, (4) Rasul-rasul-Nya, dan (5) hari Akhir, serta (6) beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.”[2]
Keenam prinsip keimanan tersebut adalah rukun iman, maka tidak sempurna iman seseorang kecuali apabila ia mengimani seluruhnya menurut cara yang benar, yang ditunjukkan oleh Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka barangsiapa yang mengingkari satu saja dari rukun iman ini, maka ia telah kafir.[3]
Beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga, serta beri’tiqad dan beramal dengannya, yaitu (1) Tauhid Rububiyyah, (2) Tauhid Uluhiyyah, dan (3) Tauhid Asma’ wa Shifat.[4]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lihat juga dalam surat al-Baqarah: 285, an-Nisaa’: 136 dan al-Qamar: 49-50.
Dalil tentang rukun yang keenam adalah firman Allah:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍوَمَا أَمْرُنَا إِلَّا وَاحِدَةٌ كَلَمْحٍ بِالْبَصَرِ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.” [Al-Qamar: 49-50]
[2]. HR. Muslim (no. 8), Abu Dawud (no. 4695), at-Tirmidzi (no. 2610), an-Nasa-i (VIII/97), Ibnu Majah (no. 63). Hadits ini shahih.
[3]. Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyah (hal 62) oleh Khalil Hirras, tahqiq ‘Alwi Saqqaf.
[4]. Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyyah ataupun Tauhid Hakimiyyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyyah itu adalah kekuasaan Allah Subhnahu wa Ta'ala, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.
Keempat:
TAUHID RUBUBIYYAH [1]
Tauhid Rububiyyah berarti mentauhidkan segala apa yang dilakukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta bahwasanya Dia adalah Raja, Penguasa, dan Yang mengatur segala sesuatu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb semesta alam.” [Al-A’raaf: 54]
Dan Allah Azza wa Jalla berfirman:
ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۚ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ
“...Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah Rabb-mu, milik- Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah, tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” [Faathir: 13]
Allah Ta’ala berfirman:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
“Allah yang menciptakan segala sesuatu.” [Az-Zumar: 62]
Bahwasanya Dia adalah Pemberi rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya.” [Huud: 6]
Dan bahwasanya Dia adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Dia yang memuliakan dan menghinakan, Mahakuasa atas segala sesuatu, Pengatur adanya siang dan malam, Yang menghidupkan dan Yang mematikan.
Allah menyatakan pula tentang keesaan-Nya dalam Rububiyyah-Nya atas segala alam semesta. Firman Allah Ta’ala:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah Rabb (Penguasa) semesta alam.” [Al-Faatihah :2]
Allah menciptakan seluruh makhluk-Nya di atas fitrah pengakuan terhadap Rububiyyah-Nya. Bahkan orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah dalam ibadah pun mengakui keesaan dan sifat Rububiyyah-Nya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ فَأَنَّىٰ تُسْحَرُونَ
“Katakanlah, ‘Siapakah Rabb langit yang tujuh dan Rabb ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah , ‘Maka mengapa kamu tidak bertaqwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi dan tidak ada yang dapat dilindungi dari-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian) maka dari jalan manakah kamu ditipu?” [Al-Mu’-minun: 86-89]
Firman Allah Ta’ala:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ فَذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ ۖ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ ۖ فَأَنَّىٰ تُصْرَفُونَ
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu, dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pen-dengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan.’ Maka mereka menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?’ Maka, (yang demikian) itu adalah Allah Rabb-mu yang sebenarnya, maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka, bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?” [Yunus: 31-32]
Juga firman-Nya:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka akan menjawab: ‘Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Mahamengetahui.’” [Az-Zukhruuf: 9]
Kaum musyrikin mengakui bahwasanya hanya Allah sajalah Pencipta segala sesuatu, Pemberi rizki, Pemilik langit dan bumi dan Pengatur alam semesta, namun mereka juga menetapkan berhala-berhala yang mereka anggap sebagai penolong, yang mereka bertawassul dengan berhala tersebut dan menjadikan mereka pemberi syafa’at, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa ayat. [2]
Dengan perbuatan tersebut, maka mereka tetap dalam ke-adaan musyrik, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan tidaklah sebagian besar dari mereka beriman kepada Allah, melainkan (mereka) dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain ).” [Yusuf: 106]
Sebagian ulama Salaf berkata: “Jika kalian tanyakan pada mereka: ‘Siapa yang menciptakan langit, bumi dan gunung-gunung?’ Mereka pasti menjawab: ‘Allah.’ Walaupun demikian mereka tetap saja menyembah kepada selain-Nya.” [3]
Jadi, tauhid Rububiyyah ini diakui semua orang. Tidak ada ummat manapun yang menyangkalnya. Bahkan hati manusia sudah difitrahkan untuk mengakui-Nya, melebihi fitrah pengakuan terhadap yang lain-Nya. Sebagaimana perkataan para Rasul yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Berkata rasul-rasul mereka, ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?’...” [Ibrahim: 10]
Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir’aun. Namun demikian di hatinya masih tetap meyakini keberadaan Allah. Sebagaimana perkataan Musa Alaihissallam kepadanya:
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَٰؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا
“Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa tidak ada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Rabb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, wahai Fir’aun, adalah seorang yang akan binasa.’” [Al-Israa:102]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menceritakan tentang Fir’aun dan kaumnya:
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا
“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan ke-sombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya...” [An-Naml: 14]
Tauhid Rububiyyah ini tidak bermanfaat bagi seseorang yang mengimaninya, kecuali dia diberi petunjuk untuk beriman kepada dua macam tauhid lainnya, yaitu tauhid Uluhiyyah dan tauhid al-Asma’ wash Shifat. Karena Allah telah memberitakan kepada kita bahwa orang-orang musyrikin telah mengenal tauhid Rububiyyah yang dimiliki Allah, namun demikian tidak memberikan manfaat kepada mereka, sebab mereka tidak mengesakan-Nya dalam beribadah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Seandainya keimanan kepada tauhid Rububiyyah ini saja dapat menyelamatkan, tentunya orang-orang musyrik telah diselamatkan. Akan tetapi urusan yang amat penting dan menjadi penentu adalah keimanan kepada tauhid Uluhiyyah yang merupakan pembeda antara orang-orang musyrikin dan orang-orang yang mentauhidkan Allah Ta’ala.” [4]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Disadur dari Syarah Ushuulil Iimaan (hal. 19-20), oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 16-18) oleh Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan.
[2]. Lihat QS. Yunus:18 dan az-Zumar: 3, 43-44.
[3]. Disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Atha’, ‘Ikrimah, asy-Sya’bi, Qatadah dan lainnya -رحمهم الله-. Lihat Tafsiir Ibni Katsiir (II/541-542).
[4]. Madaarijus Saalikiin (I/355) oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar