Sepenggal
Ucapan Indah dari Salaf Nan Shalih(Nasehat)
‘Ali Ibn Abī Thālib berkata,
“Sesungguhnya dunia telah pergi berpaling sedangkan akhirat datang menghadap.
Masing-masing dari keduanya memiliki anak. Maka jadilah kalian anak-anak
akhirat dan janganlah menjadi anak-anak dunia. Ketahuilah, sesungguhnya mereka
yang zuhud di dunia menjadikan bumi sebagai permadani, tanah sebagai kasur dan
air sebagai minyak wangi. Ingatlah, siapa saja yang merindui surga niscaya
terhibur dan terlupakan dari syahwat; barangsiapa yang takut dengan neraka
niscaya mundur dari hal-hal yang diharamkan; dan barangsiapa yang zuhud di
dunia maka terasa ringan baginya segala musibah.” [Ar-Riqqah wal Bukā` fī
Akhbār ash-Shālīhīn wa Shifātihim, Imam Ibn Qudāmah, hal. 31; Az-Zuhd,
hal. 130; dan Al-Bayhaqi dalam Syu'ab Al-Īmān no. 9670]
‘Aun Ibn ‘Abdillah berkata,
“Kedudukan dunia dan akhirat dalam hati seseorang adalah bagaikan dua sisi
timbangan. Jika salah satunya sisinya menurun maka sisi lainnya terangkat.”
Beliau juga berkata, “Sesungguhnya
orang-orang sebelum kita menjadikan untuk dunia adalah sisa dari akhirat
mereka. Namun sekarang kalian justru menjadikan untuk akhirat kalian adalah
sisa dari dunia kalian.” [Shifah Ash-Shafwah, vol. III, hal. 101]
Dari Muhammad Ibn Abī ‘Imrān, ia
mendengar Hātim al-Ashamm ditanya oleh seseorang, “Di atas apa engkau membangun
segala urusanmu dalam hal tawakkal kepada Allah?” Hātim menjawab, “Di atas
empat perkara. (1) Aku tahu rizkiku tidak akan dimakan oleh selainku, karena
itu jiwaku pun tentram. (2) Aku tahu amalanku tidak akan dilakukan oleh
selainku, karena itu aku pun tersibukkan dengannya. (3) Aku tahu kematian akan
mendatangiku secara tiba-tiba, karena itu aku pun bersegera untuk itu. (4) Aku
tahu bahwa aku tidak akan pernah terlepas dari penglihatan Allah di mana pun
aku berada, karena itu aku malu kepada-Nya.” [Shifah ash-Shafwah,
IV/161. Lihat pula ad-Dun-yā Zhill Zā-il, hal. 21]
Yahya Ibn Mu’ādz berkata, “Sungguh
kasihan anak Adam, sekiranya saja ia takut neraka sebagaimana ia takut
kemiskinan niscaya ia akan masuk surga.” [Ihyā` 'Ulūm ad-Dīn, vol. IV,
hal. 162. Lihat pula ad-Dun-yā Zhill Zā-il, hal. 25]
Beliau juga berkata, “Wahai anak
Adam, kau meminta dunia dengan tuntutan orang-orang yang benar-benar butuh
kepadanya. Namun kau meminta akhirat dengan tuntutan orang-orang yang tidak
membutuhkannya. Padahal, apa yang kau dapatkan dari dunia sudah cukup meskipun
kau tidak memintanya, sementara akhirat akan kau dapatkan dengan menuntut dan
memintanya. Karena itu, sadarilah kondisimu.” [Shifah ash-Shafwah, vol.
IV, hal. 93]
Fudhayl Ibn ‘Iyādh berkata, “Rasa
takut seorang hamba kepada Allah adalah sebesar tingkat keilmuannya terhadap
Allah; dan tingkatan zuhudnya terhadap dunia adalah sebesar hasratnya terhadap
akhirat.” [Ad-Dun-yā Zhill Zā-il, hal. 28]
Suatu ketika beliau ditanya,
“Bagaimanakah keadaanmu?” Fudhayl menjawab, “Keadaan mana yang engkau maksud?
Keadaan dunia atau keadaan akhirat? Jika engkau bertanya tentang keadaan dunia,
maka dunia telah condong bersama kami dan membawa kami kemana pun ia pergi. Dan
jika engkau bertanya tentang keadaan akhirat, maka bagaimanakah engkau melihat
keadaan orang yang telah banyak dosanya, lemah amalannya, fana umurnya, belum
memiliki bekal untuk hari kembali, belum siap menghadapi kematian, serta belum
tunduk, belum berusaha dengan sungguh-sungguh dan berhias untuk kematian, namun
justru berhias untuk dunia.” [Ad-Dun-yā Zhill Zā-il, hal. 37]
Abū Muslim al-Khaulāni berkata,
“Sekiranya aku melihat surga dengan mata kepala, maka aku tidak mempunyai bekal
(untuk ke sana); dan sekiranya aku melihat neraka dengan mata kepala, aku juga
tidak mempunyai bekal (untuk selamat darinya).” [Shifah ash-Shafwah,
vol. IV, hal. 213; dan Siyar A'lām an-Nubalā`, vol. IV, hal. 9]
Sumber: Blog Ustadz Adni Kurniawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar