[Spesial untuk Saudariku] Karena Muslimah Begitu Terhormat
Karena Muslimah Begitu Terhormat
Catatan Pertama :Sejarah Kelam Kaum Wanita Dari Masa Ke Masa
Saudariku sekalian yang dirahmati oleh Alloh ……
Ketika kita akan berbicara mengenai kehormatan serta kemuliaan wanita muslimah dalam kacamata syariat, maka ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui kedudukan wanita pada masa-masa sebelum datangnya Islam. Dan dengan metode ini, insyaAlloh kita akan dapat mengetahui permasalahan ini secara mendasar dan dengan sudut pandang yang lebih objektif.
Ketika kita akan berbicara mengenai kehormatan serta kemuliaan wanita muslimah dalam kacamata syariat, maka ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui kedudukan wanita pada masa-masa sebelum datangnya Islam. Dan dengan metode ini, insyaAlloh kita akan dapat mengetahui permasalahan ini secara mendasar dan dengan sudut pandang yang lebih objektif.
Wanita Pada Masa Arab Jahiliyah
Yang dimaksud dengan masa Jahiliyah sebagaimana yang disebutkan oleh para Ulama adalah
Yang dimaksud dengan masa Jahiliyah sebagaimana yang disebutkan oleh para Ulama adalah
الجاهلية ما قبل ورود الشرع سموا جاهلية لكثرة جهالاتهم وفحشهم
“Jahiliyah
adalah sebelum datangnya syariat. Dan dinamakan jahiliyah karena
banyaknya kebodohan pada diri mereka serta keganasan mereka”. صحيح مسلم: 1/381, تحقيق : محمد فؤاد عبد الباقي) )
Wanita di masa jahiliyah (sebelum diutusnya Rasulullah ) pada umumnya begitu terdholimi, sangat tertindas, dan seakan tidak bernilai seikitpun, khususnya di lingkungan bangsa Arab Jahiliyah. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan fenomena ini menimpa di seluruh belahan dunia. Bentuk kedholiman ini dapat kita lihat sejak kelahiran sang bayi. Kebanyakan dari sang ayah pada zaman tersebut merasa telah mendapatkan aib yang begitu besar bila memiliki anak perempuan. Bahkan, sebagian mereka tega menguburnya hidup-hidup dan ada yang membiarkan hidup tetapi dalam keadaan rendah dan hina. Terkait dengan hal ini, Allah berfirman :
Wanita di masa jahiliyah (sebelum diutusnya Rasulullah ) pada umumnya begitu terdholimi, sangat tertindas, dan seakan tidak bernilai seikitpun, khususnya di lingkungan bangsa Arab Jahiliyah. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan fenomena ini menimpa di seluruh belahan dunia. Bentuk kedholiman ini dapat kita lihat sejak kelahiran sang bayi. Kebanyakan dari sang ayah pada zaman tersebut merasa telah mendapatkan aib yang begitu besar bila memiliki anak perempuan. Bahkan, sebagian mereka tega menguburnya hidup-hidup dan ada yang membiarkan hidup tetapi dalam keadaan rendah dan hina. Terkait dengan hal ini, Allah berfirman :
{ وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ,
يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ }
يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ }
“Dan
apabila seorang dari mereka diberi khabar dengan kelahiran anak
perempuan, merah padamlah mukanya dan dia sangat marah. Ia
menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita
yang disampaikan kepadanya. Apakah dia memeliharanya dengan menanggung
kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?
Ketahuilah. Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS.
An-Nahl: 58-59).
Dalam ayat lain disebutkan:
Dalam ayat lain disebutkan:
{ وَإِذَا الْمَوْؤُودَةُ سُئِلَتْ بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ}
“Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh” (QS. Al-Takwir:8-9)
Dan makna dari kalimat Al-Mau’udah adalah anak wanita yang dikuburkan hidup-hidup sehingga mati di dalam tanah.
Dan kalaupun anak wanita dibiarkan hidup nasibnya akan sangat buruk, diperlakukan sebagai budak belian, mengangkut beban yang berat atau paling baik nasibnya diperlakukan sebagai boneka dipaksa untuk melakukan pelacuran atau dimadu dengan tidak terbatas (Thahar,1982:23).
Bukan hanya itu, para wanita pada masa jahiliyah tidak berhak mendapat warisan walaupun wanita tersebut hidup dalam kemiskinan, sebab pewarisan tersebut hanya berlaku bagi kaum pria saja.
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Umar bahwa beliau berkata :
Dan makna dari kalimat Al-Mau’udah adalah anak wanita yang dikuburkan hidup-hidup sehingga mati di dalam tanah.
Dan kalaupun anak wanita dibiarkan hidup nasibnya akan sangat buruk, diperlakukan sebagai budak belian, mengangkut beban yang berat atau paling baik nasibnya diperlakukan sebagai boneka dipaksa untuk melakukan pelacuran atau dimadu dengan tidak terbatas (Thahar,1982:23).
Bukan hanya itu, para wanita pada masa jahiliyah tidak berhak mendapat warisan walaupun wanita tersebut hidup dalam kemiskinan, sebab pewarisan tersebut hanya berlaku bagi kaum pria saja.
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Umar bahwa beliau berkata :
وَاللَّهِ
إِنْ كُنَّا فِي الْجَاهِلِيَّةِ مَا نَعُدُّ لِلنِّسَاءِ أَمْرًا. حَتَّى
أَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِنَّ مَا أَنْزَلَ, وَقَسَمَ لَهُنَّ مَا
قَسَمَ.
“…Demi
Allah!, pada masa jahiliyah wanita tidak kami anggap apapun. Hingga
Allah menurunkan bagi mereka tuntunan yang menjelaskan kemaslahatan bagi
mereka, dan Allah memberikan bagian harta tertentu dalam perkara
pewarisan…” (HR. Muslim
Kaum Wanita pada masa jahiliyah tidak mendapatkan bagian warisan, bahkan dapat menjadi harta warisan. Sehingga bila seseorang yang wafat meninggalkan wanita maka saudara tuanya orang yang paling dekat dengannya akan mendapat warisan untuk memiliki jandanya. Rendahnya martabat wanita ini juga terlihat dengan hakikat perkawinan mereka yang bersifat possessive. Mereka tidak memberi batasan berapa jumlah wanita yang boleh dinikahi oleh laki-laki. (Fakih, 1996:51-52).
Wanita yang dicerai juga tidak mempunyai iddah sehingga dapat dirujuk oleh suaminya kapan saja ia mau. Sepertinya masyarakat jahiliyah tidak menghiraukan atas berbagai kedholiman yang mereka perbuat kepada kaum wanita.
Kaum Wanita pada masa jahiliyah tidak mendapatkan bagian warisan, bahkan dapat menjadi harta warisan. Sehingga bila seseorang yang wafat meninggalkan wanita maka saudara tuanya orang yang paling dekat dengannya akan mendapat warisan untuk memiliki jandanya. Rendahnya martabat wanita ini juga terlihat dengan hakikat perkawinan mereka yang bersifat possessive. Mereka tidak memberi batasan berapa jumlah wanita yang boleh dinikahi oleh laki-laki. (Fakih, 1996:51-52).
Wanita yang dicerai juga tidak mempunyai iddah sehingga dapat dirujuk oleh suaminya kapan saja ia mau. Sepertinya masyarakat jahiliyah tidak menghiraukan atas berbagai kedholiman yang mereka perbuat kepada kaum wanita.
Wanita Dalam Pandangan Bangsa Persia.
Tidak jauh berbeda dengan pandangan bangsa Arab Jahiliyah, bangsa Persia juga sangat merendahkan kaum wanita dengan berbagai cara. Menurut satu riwayat, dikala Mazda yang mengaku dirinya pengganti Zaratustra pada permulaan abad ke-6 di perintahkannya untuk memberikan hak yang sama rata pada laki-laki untuk memiliki harta benda, sementara hak wanita disamakannya dengan binatang.
Perempuan dalam pandangan mereka semata-mata disediakan untuk kesenangan kaum laki-laki, dan dijadikan barang dagangan dan perhiasan yang boleh siapapun juga yang suka dan kalau sudah bosan boleh dibuang atau dibunuh.
Tidak jauh berbeda dengan pandangan bangsa Arab Jahiliyah, bangsa Persia juga sangat merendahkan kaum wanita dengan berbagai cara. Menurut satu riwayat, dikala Mazda yang mengaku dirinya pengganti Zaratustra pada permulaan abad ke-6 di perintahkannya untuk memberikan hak yang sama rata pada laki-laki untuk memiliki harta benda, sementara hak wanita disamakannya dengan binatang.
Perempuan dalam pandangan mereka semata-mata disediakan untuk kesenangan kaum laki-laki, dan dijadikan barang dagangan dan perhiasan yang boleh siapapun juga yang suka dan kalau sudah bosan boleh dibuang atau dibunuh.
Wanita Dalam Pandangan Bangsa Romawi.
Bagi bangsa Yunani, wanita adalah makhluk yang rendah, dan hanya untuk menambah keturunan dan untuk mengatur rumah tangga. Aristoteles pernah menulis bahwa pusat segala makhluk adalah laki-laki saja (Thahar, 1982:25) dan jika seseorang melahirkan anak wanita dianggap sangat jelek, bagaikan seorang laki-laki yang pincang setengah manusia.
Dalam pandangan Aristoteles ini wanita itu bukan manusia yang sempurna seperti laki-laki, karena itulah, wanita tidaklah sama dengan laki-laki dalam segala hal.
Plato pernah menyebutkan : “Saya bersyukur kepada Dewa-Dewa karena delapan berkat”.
Dan salah satu berkat yang dimaksud oleh Plato adalah karena dia dilahirkan bukan sebagai seorang wanita.
Bangsa Romawi pernah mengadakan kongres tentang wanita dan memutuskan bahwa “perempuan itu adalah hewan yang bernajis, kotor, tidak berjiwa den tidak kekal di akhirat. Mereka dilarang makan daging, tidak boleh tertawa, dan bercakap-cakap. Segenap waktunya harus digunakan untuk beribadah kepada Tuhan, dan berhidmat kepada laki-laki” (Thahar.1982:25). Menurut hukum Romawi bila seorang wanita melakukan kesalahan mereka mendapat hukuman yang sangat kejam seperti disiram air panas dan dibakar diatas api yang menyala-nyala ataupun kaki dan tangannya diikatkan kepada kuda kemudian kudanya disuruh lari kencang.
Di Perancis dikembangkan suatu kepercayaan bahwa kecelakaan dan kejahatan serta kesengsaraan di dunia ini berawal dari wanita. Semboyan mereka “carilah kebinasaan itu kamu akan mendapatkannya pada wanita” (Thahar 1982:25).
Bahkan dibeberapa daerah masih didapati kebiasaan jika seseorang ibu melahirkan anak laki-laki dia boleh memakan daging yang dibakar dengan anggur dicampur gula tetapi apabila seseorang ibu melahirkan seorang anak wanita maka makanannya cukup dengan bubur saja.
Banyak sekali ungkapan-ungkapan mereka yang menunjukkan mengenai betapa begitu rendah dan hinanya kaum perempuan di mata mereka sebagaimana dikatakan bahwa : “Seorang wanita harus malu karena jadi wanita”, dan kadang mereka juga mengatakan “Wanita adalah makhluk berambut panjang yang berakal pendek”, atau ungkapan “Wanita adalah sejenis binatang liar yang terakhir dijinakkan oleh manusia (laki-laki)”. Menurut mereka “Wanita adalah mata rantai terakhir antara hewan dan manusia” dan ungkapan-ungkapan lainnya untuk menghinakan dan merendahkan wanita. (Mutahhari, 1989:99).
Bagi bangsa Yunani, wanita adalah makhluk yang rendah, dan hanya untuk menambah keturunan dan untuk mengatur rumah tangga. Aristoteles pernah menulis bahwa pusat segala makhluk adalah laki-laki saja (Thahar, 1982:25) dan jika seseorang melahirkan anak wanita dianggap sangat jelek, bagaikan seorang laki-laki yang pincang setengah manusia.
Dalam pandangan Aristoteles ini wanita itu bukan manusia yang sempurna seperti laki-laki, karena itulah, wanita tidaklah sama dengan laki-laki dalam segala hal.
Plato pernah menyebutkan : “Saya bersyukur kepada Dewa-Dewa karena delapan berkat”.
Dan salah satu berkat yang dimaksud oleh Plato adalah karena dia dilahirkan bukan sebagai seorang wanita.
Bangsa Romawi pernah mengadakan kongres tentang wanita dan memutuskan bahwa “perempuan itu adalah hewan yang bernajis, kotor, tidak berjiwa den tidak kekal di akhirat. Mereka dilarang makan daging, tidak boleh tertawa, dan bercakap-cakap. Segenap waktunya harus digunakan untuk beribadah kepada Tuhan, dan berhidmat kepada laki-laki” (Thahar.1982:25). Menurut hukum Romawi bila seorang wanita melakukan kesalahan mereka mendapat hukuman yang sangat kejam seperti disiram air panas dan dibakar diatas api yang menyala-nyala ataupun kaki dan tangannya diikatkan kepada kuda kemudian kudanya disuruh lari kencang.
Di Perancis dikembangkan suatu kepercayaan bahwa kecelakaan dan kejahatan serta kesengsaraan di dunia ini berawal dari wanita. Semboyan mereka “carilah kebinasaan itu kamu akan mendapatkannya pada wanita” (Thahar 1982:25).
Bahkan dibeberapa daerah masih didapati kebiasaan jika seseorang ibu melahirkan anak laki-laki dia boleh memakan daging yang dibakar dengan anggur dicampur gula tetapi apabila seseorang ibu melahirkan seorang anak wanita maka makanannya cukup dengan bubur saja.
Banyak sekali ungkapan-ungkapan mereka yang menunjukkan mengenai betapa begitu rendah dan hinanya kaum perempuan di mata mereka sebagaimana dikatakan bahwa : “Seorang wanita harus malu karena jadi wanita”, dan kadang mereka juga mengatakan “Wanita adalah makhluk berambut panjang yang berakal pendek”, atau ungkapan “Wanita adalah sejenis binatang liar yang terakhir dijinakkan oleh manusia (laki-laki)”. Menurut mereka “Wanita adalah mata rantai terakhir antara hewan dan manusia” dan ungkapan-ungkapan lainnya untuk menghinakan dan merendahkan wanita. (Mutahhari, 1989:99).
Wanita Dalam Pandangan Ajaran Hindu.
Dalam agama Hindu, Berahma memandang wanita dengan sangat rendahnya seperti dituliskan oleh Manu yang dikutip Glen Kamarisah Thahar : “Orang kehilangan kehormatan karena perempuan, dan asal permusuhan adalah perempuan. Perempuan memiliki tabiat menggoda laki-Iaki dan tidak pernah dapat mandiri. Wanita tidak diperkenankan menuruti kehendaknya sendiri tapi harus tunduk kepada orang tua (yang belum menikah) atau pada suaminya. Wanita itu sama dengan budak belian yang punya satu tuan yakni suaminya.(Thahar ,1982:30)
Kita melihat dalam pelaksanaan keagamaan orang hindu bahwa apabila seorang wanita ditinggal mati oleh suaminya maka harus rela dibakar hidup-hidup sebagai tanda kesetiaan dan kecintaan seorang istri terhadap suaminya. Betapa menyedihkan nasib wanita, padahal kalau seorang suami yang ditinggal mati oleh istrinya, tidak disuruh untuk menyertai isterinya dibakar.
Dalam agama Hindu, Berahma memandang wanita dengan sangat rendahnya seperti dituliskan oleh Manu yang dikutip Glen Kamarisah Thahar : “Orang kehilangan kehormatan karena perempuan, dan asal permusuhan adalah perempuan. Perempuan memiliki tabiat menggoda laki-Iaki dan tidak pernah dapat mandiri. Wanita tidak diperkenankan menuruti kehendaknya sendiri tapi harus tunduk kepada orang tua (yang belum menikah) atau pada suaminya. Wanita itu sama dengan budak belian yang punya satu tuan yakni suaminya.(Thahar ,1982:30)
Kita melihat dalam pelaksanaan keagamaan orang hindu bahwa apabila seorang wanita ditinggal mati oleh suaminya maka harus rela dibakar hidup-hidup sebagai tanda kesetiaan dan kecintaan seorang istri terhadap suaminya. Betapa menyedihkan nasib wanita, padahal kalau seorang suami yang ditinggal mati oleh istrinya, tidak disuruh untuk menyertai isterinya dibakar.
Wanita Dalam Pandangan Yahudi.
Dalam pandangan agama Yahudi, seorang wanita dijadikan Tuhan dengan mencabut tulang Nabi Adam. Apabila seorang wanita melahirkan anak laki-Iaki dia menjadi najis selama satu minggu tetapi jika dia melahirkan anak perempuan dia menjadi najis dalam dua minggu. (Imamat, pasal 12:2). Ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan laki-laki dengan perempuan.
Para Pendeta Yahudi telah memberikan sembilan kutukan yang dibebankan kepada wanita sebagai hasil dosa Adam & Hawa : “Kepada wanita Tuhan memberikan sembilan kutukan dan kematian; beban berupa darah menstruasi dan darah keperawanan, kehamilan, kelahiran, membesarkan anak, penutupan kepala dalam dalam berkabung, menjadi budak yang melayani tuannya, tidak dipercaya kesaksiannya, dan setelah itu semua adalah kematian” (Leonard J. Swidler, Woman in Judaism: the Status of Woman in Formative Judaism, Metuchen, N.J: Scarecrow Press, 1976, hal. 115).
Dan hingga saat inipun, para laki-laki Yahudi Ortodoks, dalam setiap kali berdo’a memujakan : “Terpujilah Tuhan yang telah membuatku tidak Perempuan” (Thahar.1982:37). Dan perempuan Yahudi bersembahyang mengucapkan. “Terpujilah Tuhan Robbul Alamin, bahwa la membuat aku menurut kehendaknya”.
Dalam pandangan agama Yahudi, seorang wanita dijadikan Tuhan dengan mencabut tulang Nabi Adam. Apabila seorang wanita melahirkan anak laki-Iaki dia menjadi najis selama satu minggu tetapi jika dia melahirkan anak perempuan dia menjadi najis dalam dua minggu. (Imamat, pasal 12:2). Ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan laki-laki dengan perempuan.
Para Pendeta Yahudi telah memberikan sembilan kutukan yang dibebankan kepada wanita sebagai hasil dosa Adam & Hawa : “Kepada wanita Tuhan memberikan sembilan kutukan dan kematian; beban berupa darah menstruasi dan darah keperawanan, kehamilan, kelahiran, membesarkan anak, penutupan kepala dalam dalam berkabung, menjadi budak yang melayani tuannya, tidak dipercaya kesaksiannya, dan setelah itu semua adalah kematian” (Leonard J. Swidler, Woman in Judaism: the Status of Woman in Formative Judaism, Metuchen, N.J: Scarecrow Press, 1976, hal. 115).
Dan hingga saat inipun, para laki-laki Yahudi Ortodoks, dalam setiap kali berdo’a memujakan : “Terpujilah Tuhan yang telah membuatku tidak Perempuan” (Thahar.1982:37). Dan perempuan Yahudi bersembahyang mengucapkan. “Terpujilah Tuhan Robbul Alamin, bahwa la membuat aku menurut kehendaknya”.
Wanita Dalam Pandangan Nasrani.
Kita mulai dari Biblenya Katolik pada Ecclesiasticus 7:26-28, yang mengatakan : “…bahwa mudah juga di antara orang seribu aku mendapat seorang laki-laki yang baik, tetapi belum kudapati di antara sekalian itu akan seorang perempuan yang begitu”, dan 25:19, 24, yang mengatakan: “Tidak akan ada kejahatan yang datang lebih dekat dengan kejahatan yang dimiliki wanita…Dosa itu datang bersama wanita dan karena dia pula kita semua akan mati”.
Kita mulai dari Biblenya Katolik pada Ecclesiasticus 7:26-28, yang mengatakan : “…bahwa mudah juga di antara orang seribu aku mendapat seorang laki-laki yang baik, tetapi belum kudapati di antara sekalian itu akan seorang perempuan yang begitu”, dan 25:19, 24, yang mengatakan: “Tidak akan ada kejahatan yang datang lebih dekat dengan kejahatan yang dimiliki wanita…Dosa itu datang bersama wanita dan karena dia pula kita semua akan mati”.
Wanita Dalam Pandangan Sebagian Masyarakat Asia.
Disebutkan oleh Xinran Yue dalam bukunya “Message from an unknown chinese mother” (Kisah-kisah sejati Ibu yang kehilangan buah hati), bahwa dalam sebagian budaya masyarakat Cina, seorang Ibu harus rela kehilangan kehilangan anak perempuan, dan bahkan dienyahkan dari kehidupan. Seorang bayi perempuan, jika tidak dibunuh, maka passti akan diterlantarkan di panti-panti asuhan yang pada akhirnya nanti akan diadopsi oleh keluarga-keluarga dari luar China. Jauh berbeda dengan nasib kaum laki-laki yang keberadaannya lebih utama dimata mereka. Karena laki-laki adalah sumber properti keluarga dan pencetak kekayaan.
Disebutkan oleh Xinran Yue dalam bukunya “Message from an unknown chinese mother” (Kisah-kisah sejati Ibu yang kehilangan buah hati), bahwa dalam sebagian budaya masyarakat Cina, seorang Ibu harus rela kehilangan kehilangan anak perempuan, dan bahkan dienyahkan dari kehidupan. Seorang bayi perempuan, jika tidak dibunuh, maka passti akan diterlantarkan di panti-panti asuhan yang pada akhirnya nanti akan diadopsi oleh keluarga-keluarga dari luar China. Jauh berbeda dengan nasib kaum laki-laki yang keberadaannya lebih utama dimata mereka. Karena laki-laki adalah sumber properti keluarga dan pencetak kekayaan.
Catatan Kedua :Syariat Islam Menjunjung Tinggi Martabat Wanita
Saudariku sekalian yang dirahmati oleh Alloh,
Syariat Islam sebagai rahmatal lil’alamin, menghapus seluruh bentuk kedholiman atas kaum wanita, serta menempatkan martabat kaum wanita secara proposional dan sesuai dengan fitrahnya. Diantaranya adalah :
Syariat Islam sebagai rahmatal lil’alamin, menghapus seluruh bentuk kedholiman atas kaum wanita, serta menempatkan martabat kaum wanita secara proposional dan sesuai dengan fitrahnya. Diantaranya adalah :
Pertama : Islam telah menjelaskan kesetaraan kaum Wanita dalam hal penciptaaan dengan kaum laki-laki.
Alloh berfirman :
{
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ
فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ }
“Dan
diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.” (QS. Ar-Ruum: 21 ).
Kedua :
Islam menjadikan mereka sebagai mitra lelaki yang berkedudukan sejajar
dalam urusan pahala, siksa dan semua hak, kecuali perkara yang memang
dikhususkan untuk wanita.
Islam
mengajarkan bahwa pria dan wanita itu sama yakni mempunyai hak dan
kewajiban dan tidak ada yang lebih dimuliakan kecuali orang yang lebih
bertaqwa. Karena didalam Syariat, parameter kemulian dan ketinggian
martabat seseorang di sisi Allah adalah dilihat dari nilai ketaqwaannya, sebagaimana telah disebutkan didalam firmanNya:
{
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ }
“Barangsiapa
yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).
Dalam ayat lain, Allah berfirman:
{ فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ …}
“Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman),
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain”. (QS. Ali Imron: 195).
Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzy , No. 3517 :
عَنْ
أُمِّ عُمَارَةَ الأَنْصَارِيَّةِ أَنَّهَا أَتَتِ النَّبِىَّ فَقَالَتْ:
مَا أَرَى كُلَّ شَىْءٍ إِلاَّ لِلرِّجَالِ وَمَا أَرَى النِّسَاءَ
يُذْكَرْنَ بِشَىْءٍ.
فَنَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ (إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ..) الآيَةَ..
“Dari Ummu Imarah radhiallahu ‘anha bahwa
dia mendatangi Nabi Muhammad dan berkata: “Aku tidak melihat sesuatu
tuntunan kecuali semuanya bagi lelaki, aku tidak melihat bagi wanita
suatu tuntunan tertentu, lalu Allah menurunkan ayat ini : Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang
mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki
dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut
(nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar”.
Ketiga :
Islam menjamin kemerdekaan pribadi wanita, dan melarang menjadikan
wanita sebagai warisan bagi kaum lelaki, sebagaimana yang terjadi pada
masyarakat jahiliyah.
Allah berfirman:
{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا …}
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa…”. (QS. An-Nisa’: 19).
Keempat : Islam memberikan hak atas bagian harta warisan dari harta kerabatnya bagi kaum wanita.
Allah berfirman:
{
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ
وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ مِمَّا
قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا }
“Bagi
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian
yang telah ditetapkan”. (QS. 4 : 7)
Walaupun
hak warisan laki-laki lebih besar daripada hak waris wanita, namun ada
hikmah besar yang terkandung di dalamnya. Al-Imam Muhammad Al-Amin
Asy-Syinqithy berkata :
قوله
تعالى: {يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ
الْأُنْثَيَيْنِ}، لم يبين هنا حكمة تفضيل الذكر على الأنثى في الميراث مع
أنهما سواء في القرابة. ولكنه أشار إلى ذلك في موضع آخر وهو قوله تعالى:
{الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ
بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ}
“Dalam
firman Allah }Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian
dua anak perempuan…{, Allah tidak menjelaskan dalam ayat ini mengenai
hikmah dilebihkannya laki-laki atas perempuan dalam hal warisan, padahal
keduanya sama dalam hal kekerabatan. Akan tetapi Allah isyaratkan yang
demikian itu dalam ayat lain, yaitu dalam firmanNya: }Kaum laki-laki
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta-harta mereka…
{. (أضواء البيان:1/267)
Kelima : Islam menjamin hak kaum Wanita untuk mendapatkan perlakuan dan pergaulan yang baik.
Allah berfirman :
{
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ
بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا
لِتَعْتَدُوا …}
“Apabila
kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka
rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf atau ceraikanlah mereka dengan
cara yang ma’ruf pula. Janganlah kamu merujuki mereka untuk memberi
kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka…” (QS.
Al-Baqoroh : 231 ).
Allah juga berfirman :
{ … وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ …}
“…Dan bergaullah dengan mereka secara patut …” (QS. An-Nisa: 19).
Dan
tentunya begitu banyak keterangan-keterangan yang menjelaskan tentang
kedudukan wanita terkait dengan hak-haknya dan kewajibannya. Yang semua
ini menunjukkan akan betapa besar perhatian Islam terhadap kaum wanita,
bahkan Allah mengkhususkan khitob untuknya dalam beberapa ayat dalam
Al-Quran. Hal ini sesungguhnya adalah rahmat Allah untuk mereka, Allah
menjaga mereka dengan syariatNya yang suci, serta mensucikan mereka dari
kotoran-kotoran Jahiliyah.
Mar142012
Saudariku sekalian yang dirahmati oleh Alloh,
Dengan mengatas namakan demokrasi serta modernisasi, dengan giatnya tanpa mengenal lelah, para musuh Islam senantiasa mengkampanyekan propaganda serta jargon emansipasi,pemberdayaan wanita, kesetaraan gender, atau kesetaraan posisi dan tanggung jawab antara pria dan wanita yang dijejalkan didalam benak-benak para Muslimah.
Dengan mengatas namakan demokrasi serta modernisasi, dengan giatnya tanpa mengenal lelah, para musuh Islam senantiasa mengkampanyekan propaganda serta jargon emansipasi,pemberdayaan wanita, kesetaraan gender, atau kesetaraan posisi dan tanggung jawab antara pria dan wanita yang dijejalkan didalam benak-benak para Muslimah.
Namun, Seorang Muslimah yang diberikan oleh Alloh pemahaman yang lurus dan selamat, akan dapat memahami bahwa tidaklah Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Demikian pula ketika Allah menciptakan
laki-laki dan wanita, maka masing-masing ciptaanNya ini memiliki peran
dan fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, alangkah jahilnya para
pemuja paham liberal, dan lebih khususnya lagi para pejuang kesetaraan
gender yang menjadikan laki-laki dan wanita memiliki fungsi yang sama.
Misalnya,
kita memandang bahwa pekerjaan yang bersifat domestik (di dalam rumah)
dan pekerjaan publik (di luar rumah) merupakan dua hal yang bersifat
fungsional. Pekerjaan ini memiliki kedudukan yang setara, dan tidak
dalam posisi yang satu lebih rendah dari yang lain. Oleh karena itu,
sebuah kesalahan yang sangat fatal bagi orang-orang yang selama ini
memposisikan pekerjaan domestik lebih rendah daripada pekerjaan publik.
Para
musuh Islam juga senantiasa melakukan labelisasi dengan berbagai stigma
negatif atas wanita-wanita muslimah yang menjaga kehormatannya dan
kesuciannya dengan tinggal di rumah. Seperti dikatakan bahwa wanita
muslimah adalah pengangguran yang terbelakang, kolot, feodal, dan lain
sebagainya.
Bukan
hanya itu, menutup aurat dengan jilbab, atau kerudung, atau membuat
sebuah hijab (pembatas) kepada lelaki yang bukan mahramnya, dikatakan
sebagai tindakan yang jumud(kaku)
dan menghambat kemajuan para wanita. Sampai-sampai muncul opini yang
begitu menyudutkan para wanita muslimah, yaitu bahwa wanita muslimah itu
tak lebih dari sekedar calon ibu rumah tangga yang tahunya hanya
sekitar dapur, sumur, dan kasur. Oleh karena itu, agar wanita bisa maju
(menurut mereka), maka wanita harus direposisi ke ruang publik yang
seluas-luasnya untuk bebas berkarya, bergaul dan berinteraksi dengan
cara apapun seperti halnya kaum lelaki di masa modern dewasa ini.
Hal
ini setidaknya menunjukkan akan kejahilan para pemuja paham liberal,
dan lebih khususnya lagi para pejuang kesetaraan gender, yang telah
“menjual” kaum wanitanya ke hadapan publik, mempertontonkan aurat
wanitanya ke hadapan publik, dan menjadikan kaum wanita tidak lebih dari
sekedar komoditas yang bernilai jual.
Maka dari itu, ketahuilah wahai para muslimah –semoga Alloh senantiasa
menjaga mereka-. Seseungguhnya propaganda dari musuh-musuh Islam
tersebut adalah sebuah jebakan dan kepanjangan lidah dari syaithan.
Alloh berfirman :
{
يَا بَنِي آدَمَ لا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ
أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا
لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا ….}
“Wahai
anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat tertipu oleh syaithan
sebagaimana ia (syaithan) telah mengeluarkan kedua ibu bapak kalian dari
Surga, ia menanggalkan dari kedua pakaiannya untuk memperlihatkan
kepada keduanya auratnya.” (QS. 7: 27). Oleh karenanya, jangan sampai
para Muslimah terjebak dan terlena dengan propaganda yang sesat serta
menyesatkan tersebut.
Mar152012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar