Bolehkah Wanita Bekerja?
Hukum Wanita Bekerja Dan Berdagang
Apakah islam melarang wanita bekerja dan berdagang?
Islam tidak melarang seorang wanita bekerja ataupun berdagang bahkan sebaliknya Allah Azza wa Jallamemerintahkan para hambaNya untuk beramal dan bekerja.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin.’”(QS. At-Taubah: 105)
Dan juga firmanNya,
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Untuk menguji kalian siapakah diantara kalian yang paling baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2)
Ayat ini bersifat umum mencakup laki-laki dan perempuan. Allah Ta’ala membolehkan
perdagangan juga untuk semua. Karena setiap manusia diperintahkan untuk
berusaha, menempuh sebab serta beramal baik dia laki-laki ataupun
perempuan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن
تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
“Wahai
orang-orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan bathil. Kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar
suka sama suka diantara kamu.” (QS. An Nisa: 29)
Ayat ini juga bersifat umum ditujukan untuk laki-laki dan perempuan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاسْتَشْهِدُواْ شَهِيدَيْنِ من
رِّجَالِكُمْ فَإِن لَّمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ
مِمَّن تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاء أَن تَضِلَّ إْحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ
إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى وَلاَ يَأْبَ الشُّهَدَاء إِذَا مَا دُعُواْ وَلاَ
تَسْأَمُوْاْ أَن تَكْتُبُوْهُ صَغِيرًا أَو كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ
ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِندَ اللّهِ وَأَقْومُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلاَّ
تَرْتَابُواْ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا
بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا
“Dan
persaksikanlahlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika
tidak ada (saksi) dua orang laki-laki maka boleh satu orang laki-laki
dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu sukai dari para
saksi yang ada, agar jika seorang lupa maka yang seorang lagi
mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila
dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya untuk batas waktunya
baik (utang itu) kecil atau besar. Yang demikian itu lebih adil disisi
Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian dan lebih mendekatkan kamu
kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai
yang kamu jalankan diantara kamu. Maka tidak ada dosa bagi kamu jika
kamu tidak menuliskannya.” (QS. Al Baqarah: 282)
Ayat ini ditujukan untuk laki-laki dan perempuan. Allah Ta’ala memerintahkan
untuk mencatat ketika transaksi utang piutang. Allah juga memerintahkan
agar menghadirkan saksi saat transaksi tersebut. Kemudian Allah
menjelaskan bahwa semua (peraturan) terkait dengan utang piutang.
Intinya, perintah mencatat dan menghadirkan saksi itu berlaku umum (bagi
laki-laki dan perempuan).
Kemudian Allah Ta’ala melanjutkan firmanNya,
إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلاَّ تَكْتُبُوهَا
“Kecuali
jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara
kamu. Maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya.” (QS. Al Baqarah: 282)
Sementara isyhad (mempersaksikan), bentuknya adalah menghadirkan saksi. Karena itu Allah berfirman di ayat selanjutnya,
وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ
“Ambillah saksi jika kamu berjual beli.” (QS. Al Baqarah: 282)
Ayat-ayat diatas berlaku secara
umum baik untuk laki-laki dan perempuan. (Perintah) mencatat utang
piutang ditujukan untuk laki-laki dan perempuan. Berdagang (jual-beli)
dan menjadi saksi berlaku untuk lelaki dan perempuan. Mereka (laki-laki
dan perempuan) boleh mengambil saksi untuk perdagangan serta pencatatan
mereka. Hanya saja, jual beli secara tunai boleh tidak dicatat. Karena
telah dibayar dengan tunai sehingga tidak menyisakan urusan. Semua
peraturan ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Demikian juga yang
terdapat dalam dalil lainnya, semuanya berlaku bagi laki-laki dan
perempuan, seperti hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda,
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا، فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما وإن كتما وكذبا مُحِقت بركة بيعهما
Juga firman Allah Ta’ala,
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dabn mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
semuanya berlaku umum (bagi laki-laki dan perempuan).
Akan tetapi yang wajib diperhatikan ketika bekerja ataupun berdagang adalahhendaknya
interaksi diantara mereka harus dalam bentuk interaksi yang jauh dan
terbebas dari semua penyebab masalah dan yang menimbulkan perbuatan
munkar. Wanita bekerja (ditempat) yang tidak ada campur baur dengan
laki-laki serta tidak memicu timbulnya fitnah. Demikian pula tatkala
wanita berdagang, dalam keadaan yang bersih dari fitnah. Dengan tetap
memperhatikan hijabnya, menutupi aurat, serta menjauhi sebab terjadinya
fitnah.
Demikianlah yang sepatutnya diperhatikan dalam jual beli dan semua kegiatan wanita. Karena Allah berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan
hendaklah kamu tetap berada dirumahmu dan janganlah kamu berhias dan
(bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِن وَرَاء حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila
kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka (istri-istri Nabi) maka
mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi
hatimu dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab: 53)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ
“Wahai
Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin,’Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.’” (QS. Al-Ahzab: 59)
Karena itu, jual beli para
wanita hanya dilakukan diantara para wanita, sementara jual beli para
laki-laki di tempat tersendiri, hukumnya dibolehkan. Demikian pula untuk
semua pekerjaan wanita. Seorang wanita menjadi dokter untuk pasien
wanita, perawat wanita untuk pasien wanita, guru wanita mengajar wanita
maka ini tidak masalah. Dokter laki-laki menangani pasien laki-laki, dan
guru laki-laki mengajar laki-laki.
Adapun dokter wanita menangani
pasien laki-laki atau dokter laki-laki menangani pasien wanita atau
perawat wanita untuk laki-laki dan perawat laki-laki untuk pasien
perempuan maka inilah yang dilarang syariat, karena mengandung fitnah
dan kerusakan.
Oleh karena itu, disamping
adanya toleransi untuk bekerja dan berdagang bagi lelaki dan wanita,
semua harus dilakukan dalam keadaan terbebas dari segala yang
membahayakan agama dan kehormatan para wanita, serta tidak membahayakan
bagi lelaki. Namun pekerjaan para wanita dilakukan dalam kondisi tidak
memicu segala yang membahayakan agamanya, kehormatannya, dan tidak
menimbulkan kerusakan dan godaan bagi lelaki. Demikian pula pekerjaan
para lelaki yang terjadi diantara mereka, tidak boleh ada kehadiran
wanita, yang bisa memicu godaan dan kerusakan.
Yang ini memiliki area
pekerjaan sendiri, yang itu juga memiliki area pekerjan sendiri, dengan
meniti jalur selamat, yang tidak membahayakan kelompok pertama maupun
kelompok kedua, serta tidak membahayakan masyarakat itu sendiri.
Akan tetapi menjadi
pengecualian dari hal diatas bila dalam keadaan darurat. Jika keadaan
mendesak dimana seorang lelaki harus bekerja menangani wanita, seperti
melayani pasien wanita ketika tidak ada dokter laki-laki atau wanita
melakukan pekerjaan laki-laki ketika tidak ada dokter lelaki yang
menangani pasien lelaki, sementara wanita ini tahu penyakitnya dan bisa
menanganinya, dengan tetap menjaga diri, menjauhi segala yang memicu
godaan, dan menghindari khalwat (berdua-duaan), serta larangan semacamnya.
Karena itu, jika ada pekerjaan
wanita yang dilakukan bersama lelaki atau sebaliknya karena kebutuhan
yang mendesak atau darurat, dengan tetap menjaga sebab-sebab yng
menimbulkan fitnah baik khalwat atau terbukanya (aurat) maka keadaan
seperti ini dikecualikan (baca: diperbolehkan).
Tidaklah mengapa seorang wanita
menolong laki-laki yang memerlukan bantuan. Begitu juga laki-laki
menolong wanita yang perlu ditangani, dengan catatan tidak membahayakan
keduanya. Seperti dokter wanita mengobati pasien laki-laki disaat tidak
ada dokter laki-laki, sementara si wanita tahu penyakitnya, dengan tetap
menjaga diri dari fitnah dan khalwat. Demikian juga, yang dilakukan
dokter laki-laki pada pasien wanita karena tidak dijumpai dokter wanita
yang mengobatinya maka keadaan ini termasuk keadaan yang mendesak.
Demikian pula kegiatan di
pasar, wanita melakukan jual beli yang mereka butuhkan, dengan tetap
menutup aurat dengan benar dari pandangan laki-laki. Demikian juga
tatkala wanita shalat berjama’ah dimasjid hendaknya tetap menjaga diri,
menutup aurat, berada di belakang shaf laki-laki. Serta kegiatan serupa
yang dilakukan wanita, yang tidak menimbulkan fitnah dan bahaya bagi
kedua pihak (laki-laki dan perempuan).
Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Terkadang beliau berbicara dengan wanita, para wanita berkumpul untuk
mendengar kajian beliau lalu beliaupun memberi nasehat. Inilah yang
boleh dilakukan laki-laki kepada wanita.
Ketika shalat Ied, seusai
berkhutbah di hadapan lelaki beliau mendatangi jamaah wanita,
mengingatkan mereka, menasehati mereka untuk beramal kebaikan.
Demikian juga di beberapa
kesempatan, para wanita berkumpul dan beliau memberi peringatan,
mengajari mereka (perkara agama) serta menjawab pertanyaan mereka. Semua
aturan di atas termasuk dalam kasus ini.
Demikian pula generasi sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Seorang laki-laki memberi peringatan kepada kaum wanita, menasehati
mereka, mengajari mereka ketika berkumpul (disuatu tempat) dan dengan
cara yang terpuji, menjaga hijab dan menjauhi sebab-sebab timbulnya
fitnah.
Jika semua itu dibutuhkan,
seorang laki-laki boleh melakukan hal penting yang mereka butuhkan
(mengajar, memberi peringatan dan nasehat) (para wanita), dengan menjaga
hijab, menutup (aurat) dan menjauhi semua bentuk fitnah bagi keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar