Begitu Sederhana, Hafalannya Luar Biasa
Syaikh Ibnu Baz adalah seorang yang sangat tidak
perhatian dengan dunia sebagaimana yang bisa kita ketahui dari keadaan beliau.
Terlebih jika kita tahu bahwa beliau itu tidak memiliki rumah!!!.
Dr Zahrani pernah berupaya untuk meminta izin
kepada beliau untuk membeli rumah yang biasa beliau tempati jika berada di
Mekah karena rumah tersebut biasanya cuma disewa. Komentar beliau,
“Palingkan pandanganmu dari topik ini. Sibukkan
dirimu untuk mengurusi kepentingan kaum muslimin”.
Suatu ketika Raja Faishal berkunjung ke kota
Madinah dan Syeikh Ibnu Baz ketika itu adalah rektor Universitas Islam
Madinah. Ketika itu raja Faishal berkunjung ke rumah Syeikh Ibnu Baz.
Saat itu raja Faishal berkata kepada beliau,
“Kami akan bangunkan rumah yang layak untukmu”.
Menanggapi hal tersebut, beliau hanya diam dan
tidak berkomentar. Akhirnya rumah pun dibangun. Ketika panitia pembangunan mau
membuat surat kepemilikan rumah atas nama Syeikh Ibnu Baz beliau berkata,
“Jangan. Buatlah surat kepemilikan rumah tersebut
atas nama rektor Universitas Islam Madinah sehingga jika ada rektor baru
penggantiku maka inilah rumah kediamannya”.
Syeikh Ibnu Baz itu memiliki daya ingat yang luar
biasa. Jika kita bertemu dan mengucapkan salam kepada beliau dan kita pernah
mengucapkan salam kepada beliau beberapa tahun sebelumnya maka beliau pasti
masih mengenal kita.
Bahkan ada orang yang bercerita bahwa dia bertemu
dan mengucapkan salam kepada Syeikh Ibnu Baz setelah lima belas tahun ternyata
Syeikh Ibnu Baz masih ingat dengan namanya.
Akan tetapi yang lebih mengherankan adalah
kemampuan beliau untuk menghafal jilid dan halaman buku. Bahkan beliau bisa
mengoreksi beberapa buku dengan bermodalkan hafalan beliau.
Syeikh Syinqithi, penulis Adhwa-ul Bayan,
itu tergolong guru Syeikh Ibnu Baz. Beliau adalah seorang pakar dalam ilmu
syar’i dengan kekuatan hafalan yang tidak tertandingi. Syeih Ibnu Baz sering
menghadiri ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Syiekh Syinqithi. Beliau kagum
dengan cepatnya Syeikh Syinqithi dalam penyampaiannya. Dalam salah satu kaset
Syeikh Ibnu Baz mengungkapkan kekagumannya dengan mengatakan, “Maa
syaallah. Maa syaallah”.
Satu hari Syeikh Syinqithi sejak usai shalat Shubuh
sampai watu dhuha mencari-cari sebuah hadits yang dinyatakan oleh Ibnu Katsir
ada dalam sunan Abu Daud. Beliau bolak-balik kitab sunan Abu Daud namun beliau
tidak kunjung mendapatkannya. Syeikh Syinqithi berkata,
“Aku tidak menyalahkan Ibnu Katsir namun aku belum
mendapatkannya. Ketika aku sedang asyik mencari tiba-tiba ada orang yang
mengetuk pintu. Aku lantas berdiri dan membuka pintu”.
Ternyata Syeikh Ibnu Baz yang datang bertamu.
Ketika Ibnu Baz masih di depan pintu dan belum masuk ke dalam rumah, Syeikh
Syinqithi berkata,
“Ya Syekh Abdul Aziz, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa
hadits yang bunyinya demikian dan demikian itu ada di Sunan Abu Daud. Sejak
usai shalat Shubuh kucari-cari hadits tersebut namun tidak kudapatkan. Di
manakah hadits tersebut?”.
Syeikh Ibnu Baz berkata,
“Ada…ada di kitab ini halaman sekian”.
Syeikh Syinqithi,
“Sekarang silahkan masuk ya Syeikh”.
Syeikh Ibnu Baz memiliki daya ingat yang luar
biasa. Ini disebabkan tentunya karunia Allah kemudian beliau adalah seorang
yang tidak pernah lepas dari berdzikir. Lisan beliau selalu basah untuk
berdzikir mengingat Allah. Beliau senantiasa berdzikir. Ini adalah sebuah
realita yang bisa disaksikan oleh orang yang bertemu dengan beliau meski
sejenak.
Syeih Ibnu Baz mulai mengisi kajian dan menyebaran
ilmu sejak belia. Dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh sebuah majalah
yang bernama al Majallah dengan Ibnu Baz terdapat dialog sebagai berikut.
Al Majallah, “Sungguh engkau adalah seorang hakim
akan tetapi engkau mendapatkan popularitas yang luas berbagai dengan para hakim
yang lain. Apa rahasianya?”
Jawaban beliau,
Jawaban beliau,
“Kami bertugas sebagai hakim. Setelah jam kerja
berakhir kami mengisi berbagai kajian. Kami adakan berbagai kajian keislaman
dan kami terus mengajar dan mengisi pengajian sehingga Allah jadian kami
manusia yang bermanfaat bagi banyak orang”.
Beliau memang memiliki pandangan khas tentang tugas
seorang hakim peradilan syariah. Beliau berpandangan bahwa seorang hakim tidak
cukup dengan menjalankan tugasnya di pengadilan. Beliau mencela para hakim yang
bersikap semacam itu.
Beliau pernah mengatakan,
“Jika seorang hakim hanya mencukupkan diri
memutuskan sengketa tentang onta, keledai, sapi dan kambing atau semisalnya
maka tidak ada kebaikan pada dirinya. Bahkan tugas hakim yang paling penting
adalah amar makruf nahi munkar, berdakwah, memperbaiki lingkungan
sekitarnya, mewujudkan kemaslahatan kaum muslimin dan menghubungkan orang-orang
yang memerlukan untuk dihubungkan”.
Ketika Ibnu Baz menjadi hakim di daerah Dalm,
beliau memiliki kursi terbuat dari tanah di tengah-tengah pasar. Di situlah
beliau memutuskan berbagai sengketa yang terjadi di antara kaum muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar